Abstract
The early stages of languuage acquisition
is the acquiring phonological sounds. In acquiring these children are faced to
language devation called phonological process. This mini-research conducted the
investiagation of phonological process faced by a two -years-old child.
A.
Pendahuluan
1. Latar belakang
masalah
Pemerolehan
bahasa anak adalah sesuatu yang dianggap menarik dan ditunggu oleh para orang
tua dan lingkungan keluarga. Ketika anak sudah bisa mengeluarkan bunyi pertama
kali adalah sesuatu anugrah yang membahagian kekawatiran para orang tua
terhadap anak yang lambat dalam pemerolehan bahasa menjadikan orang tua lebih
banyak melakukan rangsangan kepada anaknya. Oleh sebab itu, Proses
pemerolehan dan penguasaan bahasa anak-anak merupakan satu perkara yang rencam
dan cukup menakjubkan bagi para penyelidik dalam bidang psikoliguistik.
Bagaimana manusia memperoleh bahasa merupakan satu isu yang amat mengagumkan
dan sukar dibuktikan. berbagai teori dari bidang disiplin yang berbeda telah
dikemukakan oleh para pengkaji untuk menerangkan bagaimana proses ini berlaku
dalam kalangan anak-anak. Memang diakui bahwa disadari ataupun tidak,
sistem-sistem linguistik dikuasai dengan pantas oleh individu kanak-kanak
walaupun umumnya tiada pengajaran formal.
”Language is
human”, maksudnya bahwa satu-satunya pemilik bahasa adalah manusia. Karena manusia lahir tidak langsung berbicara, maka pemelajaran dan
pemerolehan bahasa adalah suatu hal yang mutlak. Kemampuan
berbahasa seseorang diperoleh melalui sebuah proses sehingga perlu ada
pendekatan-pendekatan tertentu di dalamnya.
Pendekatan ini pun diarahkan berdasarkan tujuan pencapaian tertentu seperti kemapuan fonologis, morfologis dan sintaksis yang dalam
proses pemerolehannya, manusia melalui tahapan ini secara bertahap.
Tahapan pertama pada pemerolehan bahasa adalah
tangisan dan bukan kata-kata, baru kemudian mereka mampu berbicara dengan
lancar pada usia tiga sampai empat tahun, dan sebelumnya mereka pun melalui
tahapan babbling sebelum mereka
peroleh first word.
Tahapan-tahapan yang dilalui oleh setiap anak cenderung berbeda walaupun
dapat dilakukan generalisasi. Hal ini diakibatkan oleh bahasa yang
berbeda-beda. Suatu jenis bahasa akan mempengaruhi urutan pemerolehan setiap
sistem bahasa dan dapat menentukan mana yang mudah dan yang sukar untuk
diperoleh. Selain itu pemerolehan bahasa pun dipengaruhi oleh interaksi sosial
dan perkembangan kognitif.
Pascoe (2005) menyatakan bahwa
“Sekitar usia empat tahun ujaran anak yang keluar secara spontan memiliki
tingkat kejelasan 100% untuk didengar oleh dengan orang dewasa yang tidak dekat
(tidak kenal)."
Sampel kajian ini ialah seorang anak
perempuan yang bernama khaerunida yang
bertutur dalam bahasa Indonesia. Bahasa tersebut merupakan bahasa ayah
anak itu. Khaerunida tinggal bersama-sama dengan keluarga ayah ibunya sendiri,
khaerunida tersebut dilahirkan pada tanggal
29 juli 2013. Pendekatan interaksi digunakan dalam kajian ini
memandangkan subjek kajian yang dipilih selalu berpeluang berinteraksi dengan
anggota keluarganya. Bentuk interaksi observasi ini terdiri daripada interaksi
yang tidak dirancang. Sebagai langkah untuk menjamin data kajian yang lebih
autentik, latar yang tidak dirancang digunakan. Analisis pertuturan nida dilakukan
dalam berbagai situasi dan keadaan dalam lingkungan keluarganya sendiri.
Pengalaman nida juga digunakan dan dianggap sebagai alat kajian ini.
Transkripsi pertuturan subjek kajian ini dibuat dalam bentuk dan sistem ejaan fonemik.Atas dasar uraian diatas penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
pemerolehan bunyi fonologis yang dialami oleh khaerunida yang berusia 2 tahun dalam perolehan bunyi bunyi
bahasa Indonesia.
2.
Rumusan masalah
Berdasarkan subjek kajian penelitian dapat
dirumuskan pertanyaan sebagai berikut:
1.
Apa sajakah pemerolehan bunyi fonologis yang
dikuasai oleh khaerunida?
2.
Bagaimana rangsangan yang dilakukan oleh orang
tua dan anggota keluarga lainnya terhadap pemerolehan bunyi fonologis
khaerunida?
3. Tujuan masalah
Penulisan ini berusaha untuk mendapatkan gambaran mengenai:
(1) panjang ayat yang digunakan anak usia dua tahun dalam bertutur (2)
penguasaan bunyi fonologis yang digunakan anak usia dua tahun dalam bertutur.
B.
Kajian Teori dan Metodologi
Penelitian
Tahapan Pemerolehan Bahasa
Seperti diungkapkan sebelumnya bahwa
perkembangan pemerolehan bahasa akan selalu melalui tahapan-tahapan, begitu
pula pemerolehan bunyi. Pada proses pemerolehan bunyi kemampuan anak bergerak dari membuat bunyi
menuju pada menuju ke arah membuat
pengertian. Periode pembuatan pembedaan atas dua bunyi dapat dikenali selama
tahun pertama yaitu (1) periode vokalisasi dan prameraban serta (2) periode
meraban. Anak lazimnya membuat pembedaan bunyi perseptual yang penting selama
periode ini, misalnya membedakan antara bunyi suara insani dan noninsani antara
bunyi yang berekspresi marah dengan yang bersikap bersahabat, antara suara
anak-anak dengan orang dewasa, dan antara intonasi yang beragam. Anak-anak
mengenali makna-makna berdasarkan persepsi mereka sendiri terhadap bunyi
kata-kata yang didengarnya. Anak-anak menukar atau mengganti ucapan mereka
sendiri dari waktu ke waktu menuju ucapan orang dewasa, dan apabila anak-anak
mulai menghasilkan segmen bunyi tertentu, hal itu menjadi perbendaharaan
mereka.
Labov &labov
dalam Clark, E. (2003) membagi tahapan pemerolehan bunyi fonologis menjadi tiga
periode yaitu periode dimana anak (Jessie – sampel penelitiannya) beroleh
kemampuan mengucapkan vokal dan konsonan pada kata mama, hi, cat pada usia 1,3 dan 1,8 tahun. Periode berikutnya
ditandai dengan kemampuan menghasilkan bunyi bilabial dan alveolar. Periode
ketiga pada usia 4,9 – 5,6 anak dapat menguasai seluruh bunyi bahasa native-nya.
Dardjowidjojo (2005)
menyatakan bahwa baik anak barat maupun Echa (sampel penelitiannya tahun 2000)
melalui tahapan yang universal. Dia menjelaskan bahwa Echa mula-mula
mengucapkan bunyi vokal saja (cooing)
dan dikikuti dengan kemampuan
menggabungkan bunyi vokal dengan bunyi konsonan bilabial, seperti
penggabungan /a/ dengan /m/, /p/ /b/. Meskipun pemerolehan bunyi ini bersifat
universal namun tidak serta merta setiap anak dalam dapat menguasai bunyi bunyi
tersebut pada usia tertentu.
Sistem dan struktur kata sebuah
bahasa menentukan waktu pemerolehan bunyi dan kata pada bahasa tertentu. Anak-anak
penutur bahasa Inggris dapat mengucapkan kata pada usia satu tahun tetapi anak
Indonesia mulai mengucapkan kata pada usia yang lebih tua hal ini disebabkan
oleh karena kata-kata dalam bahasa Inggris bersifat monosilbik sementara
kata-kata dalam bahasa Indonesia bersifat polisilabik.
Teori Behaviorirme
Teori behaviorisme menyoroti aspek
perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan hubungan antara rangsangan
(stimulus) dan reaksi (response ). Perilaku bahasa
yang efektif adalah membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini
akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan. Dengan demikian,
anak belajar bahasa pertamanya.
B.F. Skinner adalah tokoh aliran
behaviorisme. Menurut Skinner, perilaku kebahasaan sama dengan perilaku yang
lain, dikontrol oleh konsekuensinya. Apabila suatu usaha menyenangkan, perilaku
itu terus akan dikerjakan. Sebaliknya, apabila tidak menguntungkan, perilaku
itu akan ditinggalkan. Singkatnya, apabila ada reinforcement
yang cocok, perilaku akan berubah dan inilah yang disebut belajar.
Menurut Brown (Pateda, 1990: 43)
pendekatan behavioristik atau kaum impiris yang dipelopori oleh Skinner, anak
yang baru lahir ke dunia ini dianggap kosong dari bahasa atau kosong dari
struktur linguistik yang dibawanya. Anak tersebut ibarat tabularasa atau kertas
putih yang belum ditulisi, lingkungannyalah yang akan memberi corak dan warna
pada kertas itu. Namun, pemerolehan seperti ini memerlukan penguatan (reinforcment)
Pemerolehan Dalam Bidang Fonologi
Pada waktu dilahirkan, anak hanya
memiliki sekitar 20% dari otak dewasanya. Ini berbeda dengan binatang yang
sudah memiliki sekitar 70%. Karena perbedaan inilah maka binatang sudah
dapat melakukan banyak hal segera sesudah lahir, sedangkan manusia hanya bisa
menangis dan menggerak-gerakkan badannya. Proposi yang ditakdirkan kecil pada
manusia ini mungkin memang “dirancang” agar pertumbuhan otaknya proposional
pula dengan pertumbuhan badannya.
Pada umur sekitar 6 minggu, anak mulai
mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip dengan bunyi konsonan atau vokal.Bunyi-bunyi ini
belum dapat dipastikan bentuknya karena memang terdengar dengan jelas. Proses
bunyi-bunyi seperti ini dinamakan cooing, yang telah diterjemahkan
menjadi dekutan (Dardjowidjojo 2000: 63). Anak mendekutkan bermacam-macam bunyi
yang belum jelas identitasnya.
Pada sekitar umur 6 bulan, anak mulai
mencampur konsonan dengan vokal sehingga membentuk apa yang dalam bahasa
Inggris dinamakan babbling, yang telah diterjemahkan menjadi
celotehan (Darmowidjojo: 2000: 63). Celotehan dimulai dengan konsonan dan
diikuti diikuti oleh sebuah vokal. Konsonan yang keluar pertama adalah konsonan
bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/. dengan demikian,
strukturnya adalah CV. Ciri lain dari celotehan adalah bahwa CV ini kemudian
diulang sehingga muncullah struktur seperti berikut: C1 V1 C! V! C1
V!……papapa mamama bababa…..
Orang tua kemudian mengaitkan “kata”
papa dengan ayah mama dengan ibu meskipun apa yang ada dibenak anak tidaklah
kita ketahui; tidak mustahil celotehan itu hanyalah sekedar latihan artikulori
belaka. Konsonan dan vokalnya secara gradual berubah sehingga muncullah
kata-kata seperti dadi, dida, tita, dita,mama, mami, dan
sebagainya.
Metodologi penelitian
Analisis fonologis secara kualitatif dilakukan pada nida, seorang
anak berusia 2 tahun. Peneliti mengobservasi kata-kata yang diucapkan oleh nida
mulai dari tanggal 13 iuli sampai 24 juli 2014, dan melakukan rangsangan
tertentu karena teori yang digunakan dalah teori behaviorisme, berupa
rangsangan-respons dengan tokoh BF.Skiner. Nida dilahirkan di keluarga berbahasa jawa serang namun ayah
dan lingkungan sekitarnya selalu berbicara dengan nida menggunakan bahasa
Indonesia
C.
Analisis data
Data yang berhasil dihimpun pada penelitian ini
dapat dilihat pada tabel berikut:
Kata
|
Pengucapan (seharusnya)
|
Pengucapan
( sebelum diberi rangsangan )
|
Pengucapan
( setelah diberi rangsangan )
|
baju
|
/baju/
|
/dadu/
|
/baju/
|
Baru
|
/baru/
|
/bayu/
|
/bayu/
|
Bukan
|
/bukan/
|
/butan/
|
/bukan/
|
Pulang
|
/pulang/
|
/puyang/
|
/pulang/
|
panas
|
/panas/
|
/tanas/
|
/panas/
|
pakai
|
/pakai/
|
/takai/
|
/pakai/
|
Lagi
|
/lagi/
|
/dagi/
|
/lagi/
|
Kereta
|
/kereta/
|
/tata/
|
/tata/
|
Dimana
|
/dimana/
|
/dinana/
|
/dimana/
|
Jagung
|
/jagung/
|
/dagung/
|
/jagung/
|
Jalan
|
/jalan/
|
/dayan/
|
/jalan/
|
Juga
|
/juga/
|
/duga/
|
/juga/
|
Gitu (Begitu)
|
/gitu/
|
/ditu/
|
/gitu/
|
Gelas
|
/gelas/
|
/geyas/
|
/geyas/
|
Kapan
|
/kapan/
|
/tapan/
|
/kapan/
|
Kado
|
/kado/
|
/tado/
|
/kado/
|
Masih
|
/masih/
|
/nasi/
|
/nasi/
|
Mana
|
/mana/
|
/nana/
|
/mana/
|
Sama
|
/sama/
|
/mama/
|
/sama/
|
Hijau
|
/hijau/
|
/ijo/
|
/ijo/
|
Hitam
|
/hitam/
|
/tatam/
|
/itam/
|
Makasih
|
/makasih/
|
/maacih/
|
/maasih/
|
Sakit
|
/sakit/
|
/takit/
|
/sakit/
|
Tidak
|
/tidak/
|
/nda/
|
/nda/
|
Nakal
|
nakal/
|
/kakal/
|
/nakal/
|
Gak mau
|
/gak mau/
|
/mamau/
|
/nda mau/
|
Untuk mencari
jawaban dari pertanyaan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya maka
peneliti melakukan analisis proses fonologis/ fonological deviation dan berdasarkan data di atas, peneliti dapat
mengidentifikasi penyimpangan fonologis, diantaranya;
a.
Perubahan fonem /b/
menjadi /d/
b.
Perubahan fonem /g/
menjadi /d/
c.
Perubahan fonem /j/
menjadi /d/
d.
Perubahan fonem /l/
menjadi /y/
e.
Perubahan fonem /k/
menjadi /t/
f.
Perubahan fonem /m/
menjadi /n/
g.
Perubahan fonem /s/
menjadi /t/
h.
Perubahan fonem /p/
menjadi /t/
i.
Perubahan fonem /ñ/ menjadi /n/
j.
Penghilangan (deletion) fonem awal yaitu fonem /h/
pada kata /hitam/ menjadi /itam/ dan kata /hijau/ menjadi /ijo/
k.
Pelesapan deret
vokal /au/ menjadi /o/
Dari hasil
identifikasi tersebut dan teori mengenai proses fonologis menurut grunwell, p. (1997) maka telah
terjadi, velar fronting, palatal
fronting, opening bilabial, stopping
fricative, consonan harmony, selain itu juga terjadi pula glotal deletion yang tidak terdapat pada
teori yang dikemukakan oleh grunwell.
Velar
fronting mengandung makna
terjadinya perubahan bunyi yang diakibatkan dengan posisi velar yang bergerak maju dan ujung
lidah menyentuh tempat artikulasi di bagian depan sehingga memunculkan
perubahan bunyi menjadi alveolar.
Palatal
fronting mengakibatkan
perubahan bunyi menjadi alveo-palatal seperti bunyi /ñ/ menjadi /n/. Hal ini disebabkan
oleh ketidaksesuaian ujung lidah menyentuh tempat artikulasi bagi bunyi palatal. Ujung lidah ini berada pada
posisi alveolar.
Opening bilabial terjadi ketika bunyi /b/ yang memiliki maner stop (letup) dengan posisi bibir
tertutup diucapkan, nida melakukannya dengan posisi bibir terbuka sehingga menghasilkan bunyi alveolar.
Stopping fricative terjadi ketika nida mengucapkan bunyi /s/ dan
menghasilkan bunyi /t/. Aliran udara yang seharusnya mengalir saat bunyi ini
diproduksi terhambat dengan proses stopping
sehingga terjadi letup dimana ujung lidah maju dan menyentuh titik artikulasi
yang lebih depan yaitu gum.
Perubahan menjadi
bunyi /d/ pun terjadi lagi ketika bunyi lateral diucapkan. Saya menyebutnya
sebagai stopping lateral yaitu
terhambatnya aliran udara pada posisi lateral sehingga aliran udara berhenti.
Consonan
harmony pun terjadi pada
proses fonologis yaitu perubahan bunyi yang mirip. Ini terjadi ketika Arief
mengucapkan bunyi nasal /m/ dan menghasilkan bunyi nasal /n/. Selain itu juga
terjadi penghilangan bunyi glotal yang berada pada posisi awal kata dan
pelesapan deret vokal /au/ menjadi /o.
Pembahasan
Proses fonologis yang dialami oleh nida
menunjukan adanya kesesuaian dengan pemerolehan bunyi fonologis tipikal yang
dialami oleh anak lain pada umumnya. Pemerolehan
bunyi biasanya diawali dengan bunyi-bunyi yang berada pada tepat dan cara
artikulasi bagian depan. Jika seorang anak dapat mengucapkan /r/ maka sudah
dipastikan dia sudah menguasai bunyi hambat, frikatif dan afrikatif.
(Dardjowidjojo, S., 2005).
Dari hasil analisis
nida banyak mengalami proses fonologis yang mengakibatkan munculnya bunyi /d/.
Bunyi /g/ dan /j/ berada pada posisi palatal dan velar, dengan demikian
perubahan ini wajar. Namun perlu diketahui bahwa perubahan ini terjadi ketika
bunyi kedua fonem ini berada pada posisi awal sebuah kata. Dari data yang ada
dapat dibuktikan bahwa nida dapat mengucapkan bunyi /j/ pada kata ’hijau’
dengan mengucapkan /ijo/ dan dia juga dapat mengucapkan bunyi /g/ pada kata
jagung.
Keanehan yang
terjadi adalah ketika bunyi bilabial /b/ yang menempati titik artikulasi
terdepan berubah atau mengalami penyimpangan menjadi bunyi /d/. Dari hasil
penelitian-penelitian sebelumnya, bunyi bilabial merupakan first sound yang diperoleh
oleh kebanyakan anak, mereka beroleh kemampuan ini pada saat melalui
proses babbling. Namun nida juga
melakukan kesalahan ini jika bunyi /b/ berada pada awal kata, jika ini terjadi
di tengah maka dia mampu mengucapkannya dengan benar seperti pada kata ”mobil”.
Selain penyimpangan
yang memunculkan bunyi /d/, nida juga memunculkan bunyi /t/ dan /n/ yang
terjadi akibat adanya stopping fricative,
velar dan palatal fronting. Pada proses fonologis ini dia dapat dikatagorikan
mengalami keterlambatan penguasaan beberapa bunyi fonologis sebab berdasarkan
teori yang dikemukakan oleh C, Bowen.(1998) seharusnya proses fronting sudah dilewati dan hilang pada
usia 3,6 tahun. Namun data menunjukan adanya kemampuan mengucapkan bunyi /p/
dengan jelas dan tidak menyimpang atau berubah menjadi bunyi alveolar /d/ pada
kata ”kapan” dimana posisi bunyi ini berada di tengah.
Dari pembahasan dan
analisis di atas nida mampu mengucapkan kata-kata, walaupun sepenuhnya belum
benar. Dilihat dari usia nida yang baru 2 tahun. Karena seperti yang
dikemukakan oleh brown, usia 3,6 tahun boleh dikatakan anak sudah bisa melewati
proses fronting. Penguasaan bunyi-bunyi fonologis ini juga dikarenakan
faktor rangsangan oleh orang tua dan anggota keluarga. Orang tua nida selalu
memberikan stimulus atau rangsangan kepada nida berupa benda-benda yang
ditunjukan kepada nida dan mengucapkan nama benda tersebut, kemudian setiap
nida melakukan kegiatan orang tua nida selalu memberitahukan kepada nida apa
yang sedang dilakukan oleh nida dan orang tuanya. Sehingga nida lebih cepat
menguasai kosa kata dan bunyi-bunyi fonologis.dan jika nida salah dalam hal pengujaran
orang tua nida selalu membenarkan ujaran tersebut sehingga terjadi pembiasaan
dalam hal pengujaran pada nida.
D.
Simpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa
Nida yang berusia 2 tahun sudah mampu menguasai bunyi-bunyi fonologis walaupun
belum secara keseluruhan sempurna, hal ini ditunjang karena adanya faktor
stimulus atau rangsang dari pihak keluarga. kemudian Kebenaran dari teori
behaviorisme yang mengemukakan bahwa anak akan memperoleh bahasa jika adanya
stimulus dan respon.
Orang tua nida
selalu memberikan stimulus atau rangsangan kepada nida berupa benda-benda yang
ditunjukan kepada nida dan mengucapkan nama benda tersebut, kemudian setiap
nida melakukan kegiatan orang tua nida selalu memberitahukan kepada nida apa
yang sedang dilakukan oleh nida dan orang tuanya. Sehingga nida lebih cepat
menguasai kosa kata dan bunyi-bunyi fonologis.dan jika nida salah dalam hal
pengujaran orang tua nida selalu membenarkan ujaran tersebut sehingga terjadi
pembiasaan dalam hal pengujaran pada nida.
Daftar pustaka
Bowen, C. (1998). Developmental phonological
disorders. A practical guide for families and teachers. Melbourne: ACER
Press.
Dardjowidjojo, S. (2005). Psikolinguistik: pengantar
pemahaman bahasa manusia. Jakarta: Yayasan obor Indonesia.
Darjowidjojo,
S. (2000). Kisah pemerolehan bahasa anak indonesia. Jakarta : gramedia
R.,odien &
suherlan.( 2004). Ihwal ilmu bahasa dan cakupannya
( pengantar memahami
linguistik ). Serang : untirta press