Jumat, 22 Mei 2015



            KAJIAN PUISI INDONESIA
Analisis Puisi “Stasiun Tak Bernama” karya Dorothea Rosa Herliany
 dengan menggunakan Pendekan Struktural

Dosen Pembimbing:
Lela Nurfarida M.Pd
logo fkip kemenbud.jpg







Disusun Oleh:
Ari Sulistiari                (2222112335)



FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
DIKSATRASIA 2014


Analisis Puisi Berdasarkan Pendekatan Struktural

Struktur merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-bagian yang membentuknya tidak dapat berdiri sendiri di luar struktur itu. Berikut ini ada beberapa pendapat para ahli mengenai pendekatan struktural, yaitu suatu metode atau cara pencarian terhadap suatu fakta yang sasarannya tidak hanya ditujukan kepada salah satu unsur sebagai individu yang berdiri sendiri di luar kesatuannya, melainkan ditujukan pula kepada hubungan antar unsurnya. Analisis struktural merupakan tugas prioritas atau tugas pendahuluan. Sebab karya sastra mempunyai kebulatan makna intrinsik yang dapat digali dari karya itu sendiri (A. Teew. 1984 : 135).
Pendekatan Struktural yang dipergunakan, akan menghasilkan gambaran yang jelas terhadap diksi, citraan, bahasa khias, majas, sarana retorika, bait dan baris, nilai bunyi, persajakan, narasi, emosi, dan ide yang digunakan pengarang dalam menulis puisinya.
Di bawah ini akan disajikan sebuah puisi yang dianalisis berdasarkan pendekatan struktural.

Stasiun Tak Bernama

akhirnya kita akan bertemu di garis yang sama.
di lengkung langit hitam dan bukitan berkabut.
di tanahtanah bergelombang, dan gurun yang
berhutankan epitafepitaf. engkau ukur
seberapa jauh yang sudah kita tempuh dengan doa
dan dosa, seperti keledai yang kecapaian, merangkak
dalam dengus dan mata terkatupkatup.
tubuh yang payah ini meneteskan keringat dan darah.
membasuh wajah letihmu. seperti matahari, mengucak
cahayanya dari mega yang usil!

kesabaran kita membeku di pintu peron. relrel
memanjang dan dingin. seperti itulah waktu yang
mengurungmu dalam lantunan lagu-lagu sumbang.
tembang perkutut dan desis ular-ular melata di hatimu.
mengelupas sisik-sisik dan bisa yang mengerak
di dinding-dinding hati. waktu dan ruang yang
berdesakan dalam menunggu. baris-baris gerimis
di kaca dan suram cahaya menembus kesunyian
yang kita dekap.

di atas rel yang hitam itu keranda-keranda diusung
ke rumah-rumah yang tak kita tuju. kubayangkan para
gembala menggiring domba-domba hitam,
pulang senja.
mereka mengurai syair-syair kesedihan dan lagulagu
kehilangan. pulang, entah ke mana.

dan di sini kita mengukur waktu, sebelum
lokomotif itu menyeretmu. gerbong-gerbong
berderit dalam ngilu. lalu
mendadak kita tergagap: tiba-tiba menemu jalan buntu.
kita sampai pada dinding waktu
yang tak bosan menunggu.

( Dorothea Rosa Herliany 1993 )

1.      Analisis berdasarkan unsur Internal ( Struktur Batin )
a.       Diksi (Pilihan Kata)
                        Diksi merupakan pemilihan kata yang tepat, padat, dan kaya akan nuansa makna dan suasana sehingga mampu mengembangkan dan mempengaruhi daya imajinasi pembaca.
                        Dalam puisi “STASIUN TAK BERNAMA” pengarang (penyair) mencoba menyeleksi kata-kata yang dipakainya, sehingga kata-kata tersebut benar-benar mendukung maksud puisinya. Kata-kata tersebut ada yang bermakna konotatif dan ada yang bermakna denotatif sehingga penafsiran antara pembaca satu dengan yang lain berbeda.
Seperti pada:
Bait I
akhirnya kita akan bertemu di garis yang sama.
di lengkung langit hitam dan bukitan berkabut.
di tanah-tanah bergelombang, dan gurun yang
berhutankan epitafepitaf. engkau ukur
seberapa jauh yang sudah kita tempuh dengan doa
dan dosa, seperti keledai yang kecapaian, merangkak
dalam dengus dan mata terkatup-katup.
tubuh yang payah ini meneteskan keringat dan darah.
membasuh wajah letihmu. seperti matahari, mengucak
cahayanya dari mega yang usil!

                        Dalam memahami kata-kata di atas, pembaca perlu menanfsikannya, sehingga pembaca dapat mengetahui makna yang terkandung dalam puisi tersebut. Selain itu, pengarang kata-kata yang bermakna kiasan seperti pada baris ke 2, ke 3 dan ke 4.

Bait  II
kesabaran kita membeku di pintu peron. relrel
memanjang dan dingin. seperti itulah waktu yang
mengurungmu dalam lantunan lagu-lagu sumbang.
tembang perkutut dan desis ular-ular melata di hatimu.
mengelupas sisik-sisik dan bisa yang mengerak
di dinding-dinding hati. waktu dan ruang yang
berdesakan dalam menunggu. baris-baris gerimis
di kaca dan suram cahaya menembus kesunyian
yang kita dekap.

Bait   III
di atas rel yang hitam itu keranda-keranda diusung
ke rumah-rumah yang tak kita tuju. kubayangkan para
gembala menggiring domba-domba hitam,
pulang senja.
mereka mengurai syair-syair kesedihan dan lagu-lagu
kehilangan. pulang, entah ke mana.
Bait   IV
dan di sini kita mengukur waktu, sebelum
lokomotif itu menyeretmu. gerbong-gerbong
berderit dalam ngilu. lalu
mendadak kita tergagap: tibatiba menemu jalan buntu.
kita sampai pada dinding waktu
yang tak bosan menunggu.

                        Kata-kata yang digunakan dalam kalimat puisi di atas menggunakan kata-kata yang mengandung unsur kiasan, ini bisa dilihat jelas pada kata “ kesabaran kita membeku di pintu peron dan di atas rel yang hitam itu keranda-keranda diusung
ke rumah-rumah yang tak kita tuju”.

b.      Imageri (citraan, daya bayang)
                        Pengimajian adalah kata atau susunan kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris seperti penglihatan, pendengaran dan perasaan. Pada puisi “STASIUN TAK BERNAMA” pengimajian yang digunakan oleh pengarang terdapat pada
1)      Citraan Penglihatan
I    :   tubuh yang payah ini meneteskan keringat dan darah
     :   membasuh wajah letihmu....
II  :   ... rel-rel memanjang...
     :   ... cahaya menembus kesunyian...
            :   baris-baris gerimis di kaca
III :   di atas rel yang hitam itu...
IV :   gerbong-gerbong berderit dalam ngilu

2)      Citraan Pendengaran
I    :   merangkak dalam dengus...
II  :   lagu-lagu sumbang
     :   tembang perkutut dan desis ular-ular melata
III :   mereka mengurai syair-syair kesedihan dan lagu-lagu kehilangan.
IV :   gerbong-gerbong berderit dalam ngilu

3)      Citraan Gerak
II  :   waktu dan ruang yang berdesakan dalam menunggu
IV :   kita mengukur waktu
            :   dinding waktu yang tak bosan menunggu

4)      Citraan Kesedihan
II  :   kesabaran kita membeku di pintu peron
III :   mereka mengurai syair-syair kesedihan

c.       Kata-Kata Konkret 
                        Kata konkret adalah kata-kata yang dapat menyarankan kepada arti yang menyeluruh. Kata-kata konkret yang jika dilihat secara denotatif sama, tetapi secara konotatif mempunyai arti yang berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi pemakaiannya.
                         Pengonkretan kata berhubungan erat dengan pengimajinasian, pengembangan dan pengiasan. Pada puisi “STASIUN TAK BERNAMA” kata-kata konkret terdapat pada bait:
I           : akhirnya kita akan bertemu di garis yang sama. di lengkung langit hitam dan                       bukitan berkabut. di tanah-tanah bergelombang, dan gurun yang berhutankan                         epitafepitaf.
v  Disini penyair menggambarkan bahwa pada akhirnya kita berdua pasti akan bertemu juga di satu jalan yang sama atau dalam sebuah dunia yang sama di saat matahari fajar akan mulai menyebarkan kehangatannya, di sebuah tanah yang bergelombang ( Sebuah tempat pemakaman) dan sebuah tempat pemakaman yang dimana-mana bertuliskan nama-nama dalam sebuah batu nisan (epitaf).
II         :  seperti itulah waktu yang mengurungmu dalam lantunan lagu-lagu sumbang
                         : baris-baris gerimis di kaca dan suram cahaya menembus kesunyian yang                   kita dekap.
v  Dalam bait kedua pada baris kedua dan ketiga ini penyair menghiaskan nyanyian kematian diatas sebuah makam, dan diiringi rintik-rintik hujan yang menyeruak bersama setitik cahaya dari balik langit mendung yang menyelimuti.

d.      Bahasa Figuratif (figurative language)
                        Bahasa figuratif adalah cara yang digunakan oleh penyair untuk membangkitkan dan menciptakan imajinasi dengan menggunakan gaya bahasa, perbandingan, kiasan, pelambangan, dan sebagainya. Bahasa figuratif yang digunakan dalam puisi “STASIUN TAK BERNAMA” adalah sebagai berikut:
1)      Personifikasi adalah kiasan yang memersamakan benda dengan manusia, di mana benda mati dapat berbuat seperti manusia. Hal ini terdapat pada:
                        I             : keringat dan darah. membasuh wajah letihmu. seperti matahari,                                            mengucak cahayanya dari mega yang usil!
                        II          : seperti itulah waktu yang mengurungmu dalam lantunan lagu-lagu                                        sumbang

2)      Perumpamaan epos adalah perbandingan yang dilanjutkan atau diperpanjang yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat pembandingnya lebih lanjut dalam kalimat atau frase berturut-turut.
            mendadak kita tergagap: tibatiba menemu jalan buntu”
            “mereka mengurai syair-syair kesedihan dan lagu-lagu kehilangan.   pulang,              entah ke mana”

e.       Verifikasi (rima, ritme dan metrum)
a)      Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi.
                        Pada puisi “ Stasiun Tak Bernama “ di atas ada Rima atau pengulangan bunyi terdapat pada bait ke- IV baris ke- 3, 4, 5 dan 6 yaitu pengulangan bunyi “U”.  Selain itu tidak ada Rima dalam bait-bait yang lainnya.
b)      Ritme adalah pengulngan bunyi, kata, dan kalimat.
                        Dalam puisi ini terdapat pengulangan kata “Waktu”  yang terdapat pada bait Ke-2 baris ke-2 dan ke-6, serta bait ke-4 baris ke-1 dan ke-5. Selebihnya tidak ada lagi pengulangan kata maupun kalimat yang terdapat dalam puisi Sasiun Tak Bernama ini.
c)      Metrum adalah pengulangan tekanan kata yang tetap/irama yang tetap menurut pola tertentu.
                        Pada puisi di atas, antar bait I, II, III, dan IV terdapat pengulangan tekanan kata/irama yang tetap.

2.      Analisis Berdasarkan Struktur Batin
a.       Tema merupakan gagasan pokok yang di kemukakan oleh penyair.
          Pada puisi di atas, penyair menggunakan tema “Kesunyian Hati” karena terdapat beberapa bait dari sang penyair yang menggambarkan kesedihan.
b.      Perasaan (feeling) adalah suasana hati sang penyair yang diekspresikan lewat sebuah syair dan harus dihayati oleh pembaca.
          Dalam puisi di atas, penyair merasa hatinya sedang sunyi. Penantiannya selama ini terhadap seseorang akhirnya berakhir di sebuah pemakaman.
c.       Nada dan Suasana
          Nada adalah sikap penyair terhadap suasana. Di sini penyair bersikap lembut, hingga menyayat hati pembaca. Sedangkan Suasana adalah keadaan jiwa pembaca saat dan setelah membaca puisi. Pembaca terbawa oleh imajinasi sang penyair hingga ke dalam dan ikut merasakan kesedihan.
d.      Amanat (pesan) merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptkan puisinya.
          Pada puisi di atas, amanat yang terkandung adalah dalam keadaan apapun kita jangan pernah sembunyi dari kenyataan yang terjadi pada diri kita.


SIMPULAN
            Pendekatan struktural yaitu suatu metode atau cara pencarian terhadap suatu fakta yang sasarannya tidak hanya ditujukan pada salah satu unsur sebagai individu yang berdiri sendiri di luar kesatuannya, melainkan di tujukan pula kepada hubungan antara unsurnya.
            Pendekatan struktural yang dipergunakan akan menghasilkan gambaran yang jelas terhadap diksi, pengimajinasian, kata konkret, bahas figuratif, berifikasi dan tata wajah. Analisis struktural merupakan tugas prioritas atau tugas pendahuluan sebab karya sastra mempunyai kebulatan makna “intrinsik yang dapat digali dari karya itu sendiri.

DAFTAR ISI
Pradopo, Rachmat Djoko.2009. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Herwan Fr.2005. Apresiasi dan Kajian Puisi. Serang: Gerage Budaya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar