NAMA : ARI SULISTIARI
NIM : 2222112335
KELAS : III D/ UNTIRTA
MATA
KULIAH : APRESIASI PROSA FIKSI (Biola Tak Berdawai)
Pada
mula saya membaca novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma ini saya
kurang begitu tertarik. Saya merasa bosan pada saat membacanya, karena isi
novel ini terlalu banyak menceritakan tentang pewayangan atau cerita-cerita
pada zaman kerajaan Mahabrata dulu. Oleh karena itu saya kurang tertarik
membacanya. Karena penyisipan cerita Mahabrata ini sedikit membingungkan. Meskipun
dalam novel ini menceritakan tentang seorang bayi atau mungkin banyak bayi yang
memiliki cacat fisik, namun entah mengapa saya tidak tertarik sama sekali
dengan novel ini. Meskipun saya tidak tertarik dengan novel ini, saya dapat
mengambil beberapa pesan yang terkandung dalam novel ini.
Biola
Tak Berdawai. Emang bisa ya biola dimainkan tanpa dawai? nah itu mungkin
kalimat yang cocok ditujukan kepada tokoh utama yang terdapat dalam novel ini
yaitu Dewa, seorang bocah yang Tunadaksa atau memiliki cacat fisik lebih dari
satu. Sebenarnya novel ini merupakan novel yang menyadarkan saya bahwa
keterbatasan bukanlah akhir dari segalanya. Buku yang memotivasi saya untuk
bangun dari tidur saya. Sebenarnya isi buku ini sangatlah bagus, pesan yang
terkandung didalam novelpun sangatlah berbobot. tetapi mengapa setiap membaca
novel ini saya selalu merasa jenuh dan bosan ya? padahal film biola tak
berdawai sendiri banyak sekali menyabet penghargaan-pengahargaan. Tetapi
mengapa dalam versi novel seperti ini? membosankan bagi saya. Meskipun
membosankan mau tak mau saya harus menyelesaikannya. Dalam novel ini di
ceritakan anak-anak tunadaksa yang mempunyai semangat juang tinggi untuk
menggapai cita-cita. Yang tidak menghiraukan dia mempunyai banyak kekurangan yang
sangat mustahil bagi orang untuk orang untuk meraih cita-cita yang tinggi.
Tiada
kata menyerah bagi anak-anak tunadaksa itu. Justru dengan kekurangan meerekalah
mereka berfikir “Aku pasti bisa. Semua orang sama tidak ada yang berbeda”.
Keajaibanlah yang mengubah mereka, tetapi mereka tidak menanti keajaiban datang
dan menyentuh mereka. Tekatlah yang membuat mereka berjuang dan hingga akhirnya
merka dapat apa yang mereka inginkan. Novel
ini seperti mengkritisi keadaan zaman pada saat ini, dimana banyak bayi-bayi
dibuang oleh orang tuanya, bahkan meskipun bayi-bayi tersebut berwajah cantik.
Adapun pesan yang diusung dalam novel tersebut adalah , apa yang salah dengan
memiliki anak pada saat sedang miskin? Tidakkah keluarga miskin mampu bertahan
untuk membesarkan bayi mereka dalam kemiskinannya? atau kalau bayi cantik
tersebut dibuang oleh seorang ibu yang merasa belum cukup umur untuk mengurus
bayinya, kenapa mesti membuang bayi? lalu kemana hak untuk seorang bayi?
Saya
terkejut ketika mengetahui setiap harinya banyak bayi dibuang di Indonesia.
Khususnya di sebuah panti di daerah Yogyakarta. Hemmmm apa ini betulan ya??
Entahlah
apa itu betulan atau hanya dalam cerita saja. Apabila betul sungguh ironis
sekali keadaan di negeri kita tercinta ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar