Jumat, 22 Mei 2015



NAMA                        :   ARI SULISTIARI
NIM                            :   2222112335
KELAS                       :   3 D (DIKSATRASIA)/ UNTIRTA
MATA KULIAH       :   PROSA FIKSI

DARI BAWAH MENUJU ATAS

Pada kali ini saya menulis tentang sebuah novel karya Pramoedya Ananta Toer yang berjudul Sekali peristiwa Di Banten selatan. Cerita dalam novel ini saya dengar  merupakan hasil reportase singkat Pramoedya di wilayah Banten selatan yang subur tapi rentan dengan penjarahan dan pembunuhan. Cerita yang dimuat dari novel tersebut menurut saya sangat bagus, karna didalam novel tersebut terdapat nasihat-nasihat serta amanat. Setelah saya membaca novel ini saya terhayut dalam suasana yang mengharukan dimana dalam novel tersebut terdapat beberapa kisah dari tokoh utama yang miskin tetapi penuh dengan kesabaran serta jiwa kepempinan yang sangat kuat. Dalam novel tersebut diceritakan kisah Banten dimasa lampau dimana Banten pada saat itu masih berbentuk hutan yang rindang, udara yang sejuk, kali yang mengalir deras yang masih bisa terdengar oleh telinga, serta kicauan nyanyian burung yang masih merdu. Banten dahulu sangatlah berbeda dengan Banten pada saat ini. Seperti sudah saya paparkan tadi dinovel ini terdapat seerong tokoh yang berjiwa besar yaitu Ranta. Ranta itu seorang pria miskin yang bekerja serabutan, Ranta mempunyai seorang istri dan seorang anak yang sedang sakit dirumah sakit. Ranta mepunyai sebuah gubuk yang terletak di kaki pegunungan, terbuat dari bahan bambu beratapkan daun rumbia dan berlantaikan tanah. Ranta memiliki jiwa tenggang rasa yang sangat besar, beda dengan saat ini, sangat jarang sekali saya temukan orang yang memiliki jiwa seperti ranta, bahkan mungkin tidak ada sama sekali. Saya tidak menyangka Banten yang dulu indah ternyata banyak menyimpan misteri dan cerita yang mengharukan, apabila saya tidak membaca novel ini mungkin saya tidak tahu bahkan tidak akan pernah tau kisah dan sejarah banten di masa lalu seperti apa. Banten yang indah dan subur ternyata rentan dengan penjarahan dan pembunuhan. Saya ambil sebuah kutipan percakapan antara Ranta dan Juragan Musa  dalam novel,
“ Tahun lalu kau juga yang kusuruh ambil bibit karet. Sekarang kau juga kusuruh. Apa susahnya?”
“ Juragan tau sendiri, Gan, dulu hamper-hampir tertangkap”
“ Goblok! Apa perlunya otak dalam kepalamu itu!”
“ saya, Gan!
“ jadi berangkat nanti malam. Aku tunggu jam tiga pagi dirumah.”
“saya gan”
“ kalau ada apa-apa, jangan sebut-sebut namaku, mengerti kau?”

Tadi itu sepotong contoh bentuk penindasan dari seorang Juragan Musa yang dibilang salah satu orang kaya didesa itu, karena Juragan musa itu ialah seorang Lurah di desa, Juragan Musa menindas seorang Ranta yang merupakan seorang yang miskin dan mau melakukan apapun demi bertahan hidup, meskipun resikonya tinggi. Juragan Musa memerintahkan ranta untuk menjarah bibit karet di kawasan DI. Sebenarnya ranta itu gak mau melakukan itu tapi apa boleh buat karne yang kuat yang  berkuasa. Juragan Musa merupakan salah satu contoh tokoh yang angkuh dan kerap memandang rendah orang lain. Tokoh ini bisa kita anggapkan sebagai orang yang keangkuhannya bersifat hipoktrit. Tapi pada dasarnya ia hanyalah seorang pengecut bernyali kecil. Tokoh Juragan Musa ini sangat menghormati Istrinya, terbukti dalam novel tersebut ada dialog antara Juragan Musa dengan Istrinya dimana juragan musa meminta maaf kepada istrinya dengan tulus. Sikap yang satu ini memang yang mestinya dicontoh, karena menghargai seorang perempuan, dimana seorang perempuan merupakan salah satu makhluk tuhan yang mulia.
Selain mereka berdua, ada dua elemen sosial penting yang ditemukan dalam novel ini. Yang pertama kemunculan sosok Komandan, merepresentasikan militer secara umum. Yang kedua adalah DI atau Darul Islam, direpresentasikan sebagai gerombolan pengacau keamanan. Di sini, kita hanya menemukan fakta sederhana bahwa DI merupakan musuh masyarakat sebab apa yang mereka lakukan hanyalah membuat rakyat lebih menderita. Di sisi lain, Komandan dan para prajuritnya sebagai sahabat rakyat, yang membebaskan mereka dari kesengsaraan. Sosok komandan, sosok komandan ini merupakan seorang sosok militer, dimana komandan ini membantu Ranta untuk menumpas DI yang dibantu oleh masyarakat. DI dalam novel menimbulkan teror dan kekerasan serta kerusuhan, meskipun tidak dipaparkan dalam novel apa yang dilakukan DI dalam melakukan pemberontakan dan kekacauannya. Usut boleh usut ternyata juragan musa ialah dalam dari kerusuhan yang dilakukan DI, Karena jurahgan musa merupakan Residen DI. Hinhgga akhirnya juragan musa ditangkap.

Kemudian Rantalah yang diangkat sebagai Lurah untuk menggantikan juragan musa. Inilah sebait contoh dimana yang kaya tak selamanya berkuasa dan yang kuat tak selamnya menang.
Roda itu bulat, namanya hidup kadang manusia itu diatas kadang pula di bawah. Orang yang kejam seperti juragan musa telah kena batunya, dan sikap sabar serta berjiwa besar seperti ranta akan mendapatkan kemenangan, serta sikap gotong royong antar sesamapun bisa memindahkan sebuah gunung. Suatu pelajaran dapat kita petik dari kisah ini semua kesombongan dan keangkuhan pasti akan terkalahkan dengan kesabaran serta kebesaran jiwa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar