NAMA : ARI SULISTIARI
NIM : 2222112335
KELAS : 3 D (DIKSATRASIA)/ UNTIRTA
MATA
KULIAH : PROSA FIKSI
DARI BAWAH MENUJU ATAS
Pada
kali ini saya menulis tentang sebuah novel karya Pramoedya Ananta Toer yang
berjudul Sekali peristiwa Di Banten selatan. Cerita dalam novel ini saya dengar
merupakan
hasil reportase singkat Pramoedya di wilayah Banten selatan yang subur tapi
rentan dengan penjarahan dan pembunuhan. Cerita yang dimuat dari novel
tersebut menurut saya sangat bagus, karna didalam novel tersebut terdapat
nasihat-nasihat serta amanat. Setelah saya membaca novel ini saya terhayut
dalam suasana yang mengharukan dimana dalam novel tersebut terdapat beberapa
kisah dari tokoh utama yang miskin tetapi penuh dengan kesabaran serta jiwa
kepempinan yang sangat kuat. Dalam novel tersebut diceritakan kisah Banten
dimasa lampau dimana Banten pada saat itu masih berbentuk hutan yang rindang,
udara yang sejuk, kali yang mengalir deras yang masih bisa terdengar oleh
telinga, serta kicauan nyanyian burung yang masih merdu. Banten dahulu
sangatlah berbeda dengan Banten pada saat ini. Seperti sudah saya paparkan tadi
dinovel ini terdapat seerong tokoh yang berjiwa besar yaitu Ranta. Ranta itu
seorang pria miskin yang bekerja serabutan, Ranta mempunyai seorang istri dan
seorang anak yang sedang sakit dirumah sakit. Ranta mepunyai sebuah gubuk yang
terletak di kaki pegunungan, terbuat dari bahan bambu beratapkan daun rumbia
dan berlantaikan tanah. Ranta memiliki jiwa tenggang rasa yang sangat besar,
beda dengan saat ini, sangat jarang sekali saya temukan orang yang memiliki
jiwa seperti ranta, bahkan mungkin tidak ada sama sekali. Saya tidak menyangka
Banten yang dulu indah ternyata banyak menyimpan misteri dan cerita yang
mengharukan, apabila saya tidak membaca novel ini mungkin saya tidak tahu
bahkan tidak akan pernah tau kisah dan sejarah banten di masa lalu seperti apa.
Banten yang indah dan subur ternyata rentan dengan penjarahan dan pembunuhan.
Saya ambil sebuah kutipan percakapan antara Ranta dan Juragan Musa dalam novel,
“
Tahun lalu kau juga yang kusuruh ambil bibit karet. Sekarang kau juga kusuruh.
Apa susahnya?”
“
Juragan tau sendiri, Gan, dulu hamper-hampir tertangkap”
“
Goblok! Apa perlunya otak dalam kepalamu itu!”
“
saya, Gan!
“
jadi berangkat nanti malam. Aku tunggu jam tiga pagi dirumah.”
“saya
gan”
“
kalau ada apa-apa, jangan sebut-sebut namaku, mengerti kau?”
Tadi
itu sepotong contoh bentuk penindasan dari seorang Juragan Musa yang dibilang
salah satu orang kaya didesa itu, karena Juragan musa itu ialah seorang Lurah
di desa, Juragan Musa menindas seorang Ranta yang merupakan seorang yang miskin
dan mau melakukan apapun demi bertahan hidup, meskipun resikonya tinggi. Juragan
Musa memerintahkan ranta untuk menjarah bibit karet di kawasan DI. Sebenarnya ranta
itu gak mau melakukan itu tapi apa boleh buat karne yang kuat yang berkuasa. Juragan Musa merupakan salah satu
contoh tokoh yang angkuh dan kerap memandang rendah orang lain. Tokoh ini bisa kita anggapkan sebagai orang yang keangkuhannya bersifat hipoktrit. Tapi pada dasarnya ia
hanyalah seorang pengecut bernyali
kecil. Tokoh Juragan Musa ini sangat menghormati Istrinya, terbukti dalam novel
tersebut ada dialog antara Juragan Musa dengan Istrinya dimana juragan musa
meminta maaf kepada istrinya dengan tulus. Sikap yang satu ini memang yang
mestinya dicontoh, karena menghargai seorang perempuan, dimana seorang
perempuan merupakan salah satu makhluk tuhan yang mulia.
Selain
mereka berdua, ada dua elemen sosial penting yang ditemukan dalam novel ini. Yang
pertama kemunculan sosok Komandan, merepresentasikan militer secara umum. Yang
kedua adalah DI atau Darul Islam, direpresentasikan sebagai gerombolan pengacau
keamanan. Di sini, kita hanya menemukan fakta sederhana bahwa DI merupakan
musuh masyarakat sebab apa yang mereka lakukan hanyalah membuat rakyat lebih
menderita. Di sisi lain, Komandan dan para prajuritnya sebagai sahabat rakyat,
yang membebaskan mereka dari kesengsaraan. Sosok komandan, sosok komandan ini
merupakan seorang sosok militer, dimana komandan ini membantu Ranta untuk menumpas DI yang dibantu oleh masyarakat.
DI dalam novel menimbulkan teror dan kekerasan serta kerusuhan, meskipun tidak dipaparkan dalam novel apa yang dilakukan
DI dalam melakukan pemberontakan dan kekacauannya. Usut boleh usut
ternyata juragan musa ialah dalam dari kerusuhan yang dilakukan DI, Karena
jurahgan musa merupakan Residen DI. Hinhgga akhirnya juragan musa ditangkap.
Kemudian Rantalah yang diangkat sebagai Lurah untuk menggantikan
juragan musa. Inilah sebait contoh dimana yang kaya tak selamanya berkuasa dan
yang kuat tak selamnya menang.
Roda itu bulat, namanya hidup kadang manusia itu diatas kadang
pula di bawah. Orang yang kejam seperti juragan musa telah kena batunya, dan
sikap sabar serta berjiwa besar seperti ranta akan mendapatkan kemenangan,
serta sikap gotong royong antar sesamapun bisa memindahkan sebuah gunung. Suatu
pelajaran dapat kita petik dari kisah ini semua kesombongan dan keangkuhan
pasti akan terkalahkan dengan kesabaran serta kebesaran jiwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar