Jumat, 22 Mei 2015

Fonologi Bahasa Indonesia



Abstract
The early stages of languuage acquisition is the acquiring phonological sounds. In acquiring these children are faced to language devation called phonological process. This mini-research conducted the investiagation of phonological process faced by a two -years-old child.


A.   Pendahuluan
1.    Latar belakang masalah
Pemerolehan bahasa anak adalah sesuatu yang dianggap menarik dan ditunggu oleh para orang tua dan lingkungan keluarga. Ketika anak sudah bisa mengeluarkan bunyi pertama kali adalah sesuatu anugrah yang membahagian kekawatiran para orang tua terhadap anak yang lambat dalam pemerolehan bahasa menjadikan orang tua lebih banyak melakukan rangsangan kepada anaknya. Oleh sebab itu, Proses pemerolehan dan penguasaan bahasa anak-anak merupakan satu perkara yang rencam dan cukup menakjubkan bagi para penyelidik dalam bidang psikoliguistik. Bagaimana manusia memperoleh bahasa merupakan satu isu yang amat mengagumkan dan sukar dibuktikan. berbagai teori dari bidang disiplin yang berbeda telah dikemukakan oleh para pengkaji untuk menerangkan bagaimana proses ini berlaku dalam kalangan anak-anak. Memang diakui bahwa disadari ataupun tidak, sistem-sistem linguistik dikuasai dengan pantas oleh individu kanak-kanak walaupun umumnya tiada pengajaran formal.
”Language is human”, maksudnya bahwa satu-satunya pemilik bahasa adalah manusia. Karena manusia lahir tidak langsung berbicara, maka pemelajaran dan pemerolehan bahasa adalah suatu hal yang mutlak. Kemampuan berbahasa seseorang diperoleh melalui sebuah proses sehingga perlu ada pendekatan-pendekatan tertentu di dalamnya.  Pendekatan ini pun diarahkan berdasarkan tujuan pencapaian tertentu seperti kemapuan fonologis, morfologis dan sintaksis yang dalam proses pemerolehannya, manusia melalui tahapan ini secara bertahap.
Tahapan pertama pada pemerolehan bahasa adalah tangisan dan bukan kata-kata, baru kemudian mereka mampu berbicara dengan lancar pada usia tiga sampai empat tahun, dan sebelumnya mereka pun melalui tahapan babbling sebelum mereka peroleh first word.
Tahapan-tahapan yang dilalui oleh setiap anak cenderung berbeda walaupun dapat dilakukan generalisasi. Hal ini diakibatkan oleh bahasa yang berbeda-beda. Suatu jenis bahasa akan mempengaruhi urutan pemerolehan setiap sistem bahasa dan dapat menentukan mana yang mudah dan yang sukar untuk diperoleh. Selain itu pemerolehan bahasa pun dipengaruhi oleh interaksi sosial dan perkembangan kognitif.
Pascoe (2005) menyatakan bahwa “Sekitar usia empat tahun ujaran anak yang keluar secara spontan memiliki tingkat kejelasan 100% untuk didengar oleh dengan orang dewasa yang tidak dekat (tidak kenal)."
Sampel kajian ini ialah seorang anak perempuan yang bernama khaerunida yang  bertutur dalam bahasa Indonesia. Bahasa tersebut merupakan bahasa ayah anak itu. Khaerunida tinggal bersama-sama dengan keluarga ayah ibunya sendiri, khaerunida tersebut dilahirkan pada tanggal  29 juli 2013. Pendekatan interaksi digunakan dalam kajian ini memandangkan subjek kajian yang dipilih selalu berpeluang berinteraksi dengan anggota keluarganya. Bentuk interaksi observasi ini terdiri daripada interaksi yang tidak dirancang. Sebagai langkah untuk menjamin data kajian yang lebih autentik, latar yang tidak dirancang digunakan. Analisis pertuturan nida dilakukan dalam berbagai situasi dan keadaan dalam lingkungan keluarganya sendiri. Pengalaman nida juga digunakan dan dianggap sebagai alat kajian ini. Transkripsi pertuturan subjek kajian ini dibuat dalam bentuk dan sistem ejaan fonemik.Atas dasar uraian diatas penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemerolehan  bunyi fonologis  yang dialami oleh khaerunida yang  berusia 2 tahun dalam perolehan bunyi bunyi bahasa Indonesia.

2.    Rumusan masalah
Berdasarkan subjek kajian penelitian dapat dirumuskan pertanyaan sebagai berikut:
1.    Apa sajakah pemerolehan bunyi fonologis yang dikuasai oleh khaerunida?
2.    Bagaimana rangsangan yang dilakukan oleh orang tua dan anggota keluarga lainnya terhadap pemerolehan bunyi fonologis khaerunida?

3.    Tujuan masalah
Penulisan ini berusaha untuk mendapatkan gambaran mengenai: (1) panjang ayat yang digunakan anak usia dua tahun dalam bertutur (2) penguasaan bunyi fonologis yang digunakan anak usia dua tahun dalam bertutur.

B.   Kajian Teori dan Metodologi Penelitian
Tahapan Pemerolehan Bahasa
Seperti diungkapkan sebelumnya bahwa perkembangan pemerolehan bahasa akan selalu melalui tahapan-tahapan, begitu pula pemerolehan bunyi. Pada proses pemerolehan bunyi  kemampuan anak bergerak dari membuat bunyi menuju pada menuju ke arah membuat pengertian. Periode pembuatan pembedaan atas dua bunyi dapat dikenali selama tahun pertama yaitu (1) periode vokalisasi dan prameraban serta (2) periode meraban. Anak lazimnya membuat pembedaan bunyi perseptual yang penting selama periode ini, misalnya membedakan antara bunyi suara insani dan noninsani antara bunyi yang berekspresi marah dengan yang bersikap bersahabat, antara suara anak-anak dengan orang dewasa, dan antara intonasi yang beragam. Anak-anak mengenali makna-makna berdasarkan persepsi mereka sendiri terhadap bunyi kata-kata yang didengarnya. Anak-anak menukar atau mengganti ucapan mereka sendiri dari waktu ke waktu menuju ucapan orang dewasa, dan apabila anak-anak mulai menghasilkan segmen bunyi tertentu, hal itu menjadi perbendaharaan mereka.
Labov &labov dalam Clark, E. (2003) membagi tahapan pemerolehan bunyi fonologis menjadi tiga periode yaitu periode dimana anak (Jessie – sampel penelitiannya) beroleh kemampuan mengucapkan vokal dan konsonan pada kata mama, hi, cat pada usia 1,3 dan 1,8 tahun. Periode berikutnya ditandai dengan kemampuan menghasilkan bunyi bilabial dan alveolar. Periode ketiga pada usia 4,9 – 5,6 anak dapat menguasai seluruh bunyi bahasa native-nya.
Dardjowidjojo (2005) menyatakan bahwa baik anak barat maupun Echa (sampel penelitiannya tahun 2000) melalui tahapan yang universal. Dia menjelaskan bahwa Echa mula-mula mengucapkan bunyi vokal saja (cooing) dan dikikuti dengan kemampuan  menggabungkan bunyi vokal dengan bunyi konsonan bilabial, seperti penggabungan /a/ dengan /m/, /p/ /b/. Meskipun pemerolehan bunyi ini bersifat universal namun tidak serta merta setiap anak dalam dapat menguasai bunyi bunyi tersebut pada usia tertentu.
Sistem dan struktur kata sebuah bahasa menentukan waktu pemerolehan bunyi dan kata pada bahasa tertentu. Anak-anak penutur bahasa Inggris dapat mengucapkan kata pada usia satu tahun tetapi anak Indonesia mulai mengucapkan kata pada usia yang lebih tua hal ini disebabkan oleh karena kata-kata dalam bahasa Inggris bersifat monosilbik sementara kata-kata dalam bahasa Indonesia bersifat polisilabik.

Teori Behaviorirme
Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (response ). Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan. Dengan demikian, anak belajar bahasa pertamanya.
B.F. Skinner adalah tokoh aliran behaviorisme. Menurut Skinner, perilaku kebahasaan sama dengan perilaku yang lain, dikontrol oleh konsekuensinya. Apabila suatu usaha menyenangkan, perilaku itu terus akan dikerjakan. Sebaliknya, apabila tidak menguntungkan, perilaku itu akan ditinggalkan. Singkatnya, apabila ada reinforcement   yang cocok, perilaku akan berubah dan inilah yang disebut belajar.
Menurut Brown (Pateda, 1990: 43) pendekatan behavioristik atau kaum impiris yang dipelopori oleh Skinner, anak yang baru lahir ke dunia ini dianggap kosong dari bahasa atau kosong dari struktur linguistik yang dibawanya. Anak tersebut ibarat tabularasa atau kertas putih yang belum ditulisi, lingkungannyalah yang akan memberi corak dan warna pada kertas itu. Namun, pemerolehan seperti ini memerlukan penguatan (reinforcment)

Pemerolehan Dalam Bidang Fonologi
Pada waktu dilahirkan, anak hanya memiliki sekitar 20% dari otak dewasanya. Ini berbeda dengan binatang yang sudah memiliki sekitar 70%. Karena  perbedaan inilah maka binatang sudah dapat melakukan banyak hal segera sesudah lahir, sedangkan manusia hanya bisa menangis dan menggerak-gerakkan badannya. Proposi yang ditakdirkan kecil pada manusia ini mungkin memang “dirancang” agar pertumbuhan otaknya proposional pula dengan pertumbuhan badannya.
Pada umur sekitar 6 minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip dengan bunyi konsonan atau vokal.Bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya karena memang terdengar dengan jelas. Proses bunyi-bunyi seperti ini dinamakan cooing, yang telah diterjemahkan menjadi dekutan (Dardjowidjojo 2000: 63). Anak mendekutkan bermacam-macam bunyi yang belum jelas identitasnya.
Pada sekitar umur 6 bulan, anak mulai mencampur konsonan dengan vokal sehingga membentuk apa yang dalam bahasa Inggris dinamakan babbling, yang telah diterjemahkan menjadi celotehan (Darmowidjojo: 2000: 63). Celotehan dimulai dengan konsonan dan diikuti diikuti oleh sebuah vokal. Konsonan yang keluar pertama adalah konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/. dengan demikian, strukturnya adalah CV. Ciri lain dari celotehan adalah bahwa CV ini kemudian diulang sehingga muncullah struktur seperti berikut:   C1 V1 C! V! C1 V!……papapa  mamama  bababa…..
Orang tua kemudian mengaitkan “kata” papa dengan ayah mama dengan ibu meskipun apa yang ada dibenak anak tidaklah kita ketahui; tidak mustahil celotehan itu hanyalah sekedar latihan artikulori belaka. Konsonan dan vokalnya secara gradual berubah sehingga muncullah kata-kata seperti dadi, dida, tita, dita,mama, mami, dan sebagainya.
Metodologi penelitian
Analisis fonologis secara kualitatif dilakukan pada nida, seorang anak berusia 2 tahun. Peneliti mengobservasi kata-kata yang diucapkan oleh nida mulai dari tanggal 13 iuli sampai 24 juli 2014, dan melakukan rangsangan tertentu karena teori yang digunakan dalah teori behaviorisme, berupa rangsangan-respons dengan tokoh BF.Skiner. Nida dilahirkan  di keluarga berbahasa jawa serang namun ayah dan lingkungan sekitarnya selalu berbicara dengan nida menggunakan bahasa Indonesia

C.   Analisis data
Data yang berhasil dihimpun pada penelitian ini dapat dilihat pada      tabel berikut:
    
Kata
Pengucapan (seharusnya)
Pengucapan
( sebelum diberi rangsangan )
Pengucapan 
( setelah diberi rangsangan )
baju
/baju/
/dadu/
/baju/
Baru
/baru/
/bayu/
/bayu/
Bukan
/bukan/
/butan/
/bukan/
Pulang
/pulang/
/puyang/
/pulang/
panas
/panas/
/tanas/
/panas/
pakai
/pakai/
/takai/
/pakai/
Lagi
/lagi/
/dagi/
/lagi/
Kereta
/kereta/
/tata/
/tata/
Dimana
/dimana/
/dinana/
/dimana/
Jagung
/jagung/
/dagung/
/jagung/
Jalan
/jalan/
/dayan/
/jalan/
Juga
/juga/
/duga/
/juga/
Gitu (Begitu)
/gitu/
/ditu/
/gitu/
Gelas
/gelas/
/geyas/
/geyas/
Kapan
/kapan/
/tapan/
/kapan/
Kado
/kado/
/tado/
/kado/
Masih
/masih/
/nasi/
/nasi/
Mana
/mana/
/nana/
/mana/
Sama
/sama/
/mama/
/sama/
Hijau
/hijau/
/ijo/
/ijo/
Hitam
/hitam/
/tatam/
/itam/
Makasih
/makasih/
/maacih/
/maasih/
Sakit
/sakit/
/takit/
/sakit/
Tidak
/tidak/
/nda/
/nda/
Nakal
nakal/
/kakal/
/nakal/
Gak mau
/gak mau/
/mamau/
/nda mau/


Untuk mencari jawaban dari pertanyaan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya maka peneliti melakukan analisis proses fonologis/ fonological deviation dan berdasarkan data di atas, peneliti dapat mengidentifikasi penyimpangan fonologis, diantaranya;
a.    Perubahan fonem /b/ menjadi /d/
b.    Perubahan fonem /g/ menjadi /d/
c.    Perubahan fonem /j/ menjadi /d/
d.    Perubahan fonem /l/ menjadi /y/
e.    Perubahan fonem /k/ menjadi /t/
f.     Perubahan fonem /m/ menjadi /n/
g.    Perubahan fonem /s/ menjadi /t/
h.    Perubahan fonem /p/ menjadi /t/
i.      Perubahan fonem /ñ/ menjadi /n/
j.      Penghilangan (deletion) fonem awal yaitu fonem /h/ pada kata /hitam/ menjadi /itam/ dan kata /hijau/ menjadi /ijo/
k.    Pelesapan deret vokal /au/ menjadi /o/

Dari hasil identifikasi tersebut dan teori mengenai proses fonologis menurut grunwell, p. (1997)  maka telah terjadi, velar fronting, palatal fronting, opening bilabial, stopping fricative, consonan harmony, selain itu juga terjadi pula glotal deletion yang tidak terdapat pada teori yang dikemukakan oleh grunwell.
Velar  fronting mengandung makna terjadinya perubahan bunyi yang diakibatkan dengan  posisi velar yang bergerak maju dan ujung lidah menyentuh tempat artikulasi di bagian depan sehingga memunculkan perubahan bunyi menjadi alveolar.
Palatal  fronting mengakibatkan perubahan bunyi menjadi alveo-palatal seperti bunyi /ñ/ menjadi /n/. Hal ini disebabkan oleh ketidaksesuaian ujung lidah menyentuh tempat artikulasi bagi bunyi palatal. Ujung lidah ini berada pada posisi alveolar.
Opening bilabial terjadi ketika bunyi /b/ yang memiliki maner stop (letup) dengan posisi bibir tertutup diucapkan, nida melakukannya dengan posisi bibir terbuka  sehingga menghasilkan bunyi alveolar.
Stopping fricative terjadi ketika nida mengucapkan bunyi /s/ dan menghasilkan bunyi /t/. Aliran udara yang seharusnya mengalir saat bunyi ini diproduksi terhambat dengan proses stopping sehingga terjadi letup dimana ujung lidah maju dan menyentuh titik artikulasi yang lebih depan yaitu gum.     
Perubahan menjadi bunyi /d/ pun terjadi lagi ketika bunyi lateral diucapkan. Saya menyebutnya sebagai stopping lateral yaitu terhambatnya aliran udara pada posisi lateral sehingga aliran udara berhenti.
Consonan harmony pun terjadi pada proses fonologis yaitu perubahan bunyi yang mirip. Ini terjadi ketika Arief mengucapkan bunyi nasal /m/ dan menghasilkan bunyi nasal /n/. Selain itu juga terjadi penghilangan bunyi glotal yang berada pada posisi awal kata dan pelesapan deret vokal /au/ menjadi /o.

Pembahasan
Proses fonologis yang dialami oleh nida menunjukan adanya kesesuaian dengan pemerolehan bunyi fonologis tipikal yang dialami oleh anak lain pada umumnya. Pemerolehan bunyi biasanya diawali dengan bunyi-bunyi yang berada pada tepat dan cara artikulasi bagian depan. Jika seorang anak dapat mengucapkan /r/ maka sudah dipastikan dia sudah menguasai bunyi hambat, frikatif dan afrikatif. (Dardjowidjojo, S., 2005).
Dari hasil analisis nida banyak mengalami proses fonologis yang mengakibatkan munculnya bunyi /d/. Bunyi /g/ dan /j/ berada pada posisi palatal dan velar, dengan demikian perubahan ini wajar. Namun perlu diketahui bahwa perubahan ini terjadi ketika bunyi kedua fonem ini berada pada posisi awal sebuah kata. Dari data yang ada dapat dibuktikan bahwa nida dapat mengucapkan bunyi /j/ pada kata ’hijau’ dengan mengucapkan /ijo/ dan dia juga dapat mengucapkan bunyi /g/ pada kata jagung.
Keanehan yang terjadi adalah ketika bunyi bilabial /b/ yang menempati titik artikulasi terdepan berubah atau mengalami penyimpangan menjadi bunyi /d/. Dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya, bunyi bilabial merupakan first sound yang diperoleh  oleh kebanyakan anak, mereka beroleh kemampuan ini pada saat melalui proses babbling. Namun nida juga melakukan kesalahan ini jika bunyi /b/ berada pada awal kata, jika ini terjadi di tengah maka dia mampu mengucapkannya dengan benar seperti pada kata ”mobil”.
Selain penyimpangan yang memunculkan bunyi /d/, nida juga memunculkan bunyi /t/ dan /n/ yang terjadi akibat adanya stopping fricative, velar dan palatal fronting. Pada proses fonologis ini dia dapat dikatagorikan mengalami keterlambatan penguasaan beberapa bunyi fonologis sebab berdasarkan teori yang dikemukakan oleh C, Bowen.(1998) seharusnya proses fronting sudah dilewati dan hilang pada usia 3,6 tahun. Namun data menunjukan adanya kemampuan mengucapkan bunyi /p/ dengan jelas dan tidak menyimpang atau berubah menjadi bunyi alveolar /d/ pada kata ”kapan” dimana posisi bunyi ini berada di tengah.
Dari pembahasan dan analisis di atas nida mampu mengucapkan kata-kata, walaupun sepenuhnya belum benar. Dilihat dari usia nida yang baru 2 tahun. Karena seperti yang dikemukakan oleh brown, usia 3,6 tahun boleh dikatakan anak sudah bisa melewati proses fronting. Penguasaan bunyi-bunyi fonologis ini juga dikarenakan faktor rangsangan oleh orang tua dan anggota keluarga. Orang tua nida selalu memberikan stimulus atau rangsangan kepada nida berupa benda-benda yang ditunjukan kepada nida dan mengucapkan nama benda tersebut, kemudian setiap nida melakukan kegiatan orang tua nida selalu memberitahukan kepada nida apa yang sedang dilakukan oleh nida dan orang tuanya. Sehingga nida lebih cepat menguasai kosa kata dan bunyi-bunyi fonologis.dan jika nida salah dalam hal pengujaran orang tua nida selalu membenarkan ujaran tersebut sehingga terjadi pembiasaan dalam hal pengujaran pada nida.

D.   Simpulan  
Berdasarkan analisis dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Nida yang berusia 2 tahun sudah mampu menguasai bunyi-bunyi fonologis walaupun belum secara keseluruhan sempurna, hal ini ditunjang karena adanya faktor stimulus atau rangsang dari pihak keluarga. kemudian Kebenaran dari teori behaviorisme yang mengemukakan bahwa anak akan memperoleh bahasa jika adanya stimulus dan respon.
Orang tua nida selalu memberikan stimulus atau rangsangan kepada nida berupa benda-benda yang ditunjukan kepada nida dan mengucapkan nama benda tersebut, kemudian setiap nida melakukan kegiatan orang tua nida selalu memberitahukan kepada nida apa yang sedang dilakukan oleh nida dan orang tuanya. Sehingga nida lebih cepat menguasai kosa kata dan bunyi-bunyi fonologis.dan jika nida salah dalam hal pengujaran orang tua nida selalu membenarkan ujaran tersebut sehingga terjadi pembiasaan dalam hal pengujaran pada nida.


Daftar pustaka

Bowen, C. (1998). Developmental phonological disorders. A practical guide for families and teachers. Melbourne: ACER Press.

Dardjowidjojo, S. (2005). Psikolinguistik: pengantar pemahaman bahasa manusia. Jakarta: Yayasan obor Indonesia.    

Darjowidjojo, S. (2000). Kisah pemerolehan bahasa anak indonesia. Jakarta : gramedia

R.,odien & suherlan.( 2004). Ihwal ilmu bahasa dan cakupannya
( pengantar memahami linguistik ). Serang : untirta press

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar