Jumat, 22 Mei 2015

NAMA                        :   ARI SULISTIARI
NIM                            :   2222112335
KELAS                       :   3 D ( DIKSATRASIA)/ UNTIRTA
MATA KULIAH       :  PROSA FIKSI


            Robohnya Surau Kami, sebuah cerpen yang membuat saya berfikir juga, kadangpun membuat kening saya berkerut saat membacanya. Mereka yang sangat rajin ibadah, sampai-sampai melupakan urusan dunia, semata-mata karena khusyuk beribadah, benarkah Tuhan ridho dan menyukai hamba-hamba yg seperti itu? Itulah yang membuat saya bertanya-tanya. Disisi lain menurut saya cerpen ini merupakan sebuah kritikan tentang praktek agama, praktek keagamaan yang membuat orang menjadi malas, dan meninggalkan kehidupan duniawi. Buku ini bercerita tentang seorang kakek tua yang ahli ibadah dan tinggal di sebuah surau yang hampir roboh. Kakek itu disamping terkenal sebagai ahli ibadah, ia juga adalah seorang pengasah pisau. Tetangganya sering meminta bantuan kepadanya untuk mengasah pisau dan ikhlas di beri upah apapun.
Kakek tua itu tinggal sebatang kara di surau tersebut. Padahal surau itu hampir roboh, mungkin karena kesalehan dan keikhlasannya itu yang membuat surau itu masih tegak berdiri.
Suatu hari, ada seorang yang datang yaitu Ajo Sidi dan memceritakan tentang kisah hidup Haji Saleh yang taat ibadah namun harus masuk ke dalam neraka. Na'udzubillahimindzalik.
Di dalam cerita tersebut menceritakan dialog antara hamba yang taat ibadah yakni H.Saleh dengan Rabb nya, Allah SWT. Yang bersimpulan bahwa Allah meridhoi orang yang bekerja keras agar kaya. Atau adanya keseimbangan hidup. Tidak hanya ibadah saja agar tidak berpeluh, susah payah. Maka Allah memasukkan Haji Saleh tersebut ke dalam Neraka yang notabene adalah manusia taat ibadah.
Mendengar cerita itu Kakek itu murung dan sedih. Dia sadar, bahwa cerita tersebut persis menggambarkan pribadi dirinya. Dia hanya memikirkan dirinya sendiri. Hanya memikirkan akhiratnya saja. Mungkin di mata orang awam, kakek tua itu adalah seorang ahli ibadah. Namun, kehendak Allah adalah segala-galanya.
Karena prustasi,kakek tua itu mendzalimi dirinya sendiri dengan menggorok lehernya dengan pisau yang biasa ia asah. Semua masyarakat pun terkejut tak percaya. Namun, hanya Ajo Sidi lah yang tenang-tenang saja. Seperti tak mendengar apapun.
Dalam buku ini ada ajaran yang dapat di petik bahwa orang taat ibadah pun dapaat masuk ke neraka. Karena tidak menyeimbangkan hidupnya.  Hanya condong ke akhirat saja atau ke dunia saja.Wallohu a'lam
Kemudian ada cerpen dari A.A Navis yang lain yakni Anak Kebanggaan, menurut saya cerpenAA navis yang satu ini tidak berbeda jauh ya dengan cerpen Robohnya Surau Kami, karena dalam cerpen Anak Kebanggan ini bercerita tentang seorang Ompi, Ompi itu ialah seorang orang tua yang terobsesi untuk menjadikan anaknya untuk menjadi seorang Dokter. Ompi sangat mendukung anaknya untuk menjadi dokter, padahal anak itu mungkin tidak begitu senang menjadi dokter, kemudian pada suatu hari anak ompi yang bernama Indra Budiman pun dikirim ke jakarta untuk bersekolah, Ompi sangat bangga kepada anaknya, hingga ia membesar-besarkan anaknya kepasa warga, padahal anak yang ia bangga-banggakan itu merupakan seorang anak yang bejat kelakuaanya. Disini warga tau tentang semua kelakuan Indra Budiman di Jakarta itu seperti apa. Disini dapat kita ambil contoh,sebenarnya sangatlah tidak baik apabila seorang orang tua terlalu menekan anak untuk menjadi apa yang dikehendaki  terlebih apabila anak itu tidak mau, dan pada akhirnya bukannya cita-cita yang dicapai tetapi hal seperti Ompi lah yang didapatkan. Dalam cerita tersebut Ompi setia menuunggu tukang pos mengantar surat-surat dari anknya Indra budiman itu, padahal itu hanya rekayasa semata. Anaknya jelas-jelas gagal dalam pendidikkannya. Ompi sangat setia menunggu hingga ia jatuh sakitt dikarenakan tidak kunjung datangnya surat dari anaknya, Hingga suatu hari seorang tukang pos datang mengirimkan telegram dari jakarta yang memberitahukan bahwa anaknya itu telah meninggal dunia. Opi tidak tahu berita tersebut karena ia tidak membacanya, hingga Ompi meninggalpun ia tidak tau bahwa anaknya telah meninggal terlebih dahulu.
Nah itu yang menurut saya cerpen karya A.A Navis yang berjudul Anak Kebanggaan dan Robohnya Surau Kami itu tidak ada bedanya, yang berbeda hanya pada novel Robohnya Surau Kami tema yang diambil ialah sebuah kritik keagamaan, sedangkan Anak Kebanggaan tema yang diambil ialah sebuah harapan. Yang menjadi kesamaan disini ialah pada kedua novel tersebut ada dua tokoh  yang sama Orang tua yakni Kakek ( dalam Robohnya Surau Kami) dan Ompi (dalam Anak kebanggaan) kedua tokoh ini sangat berpegang teguh pada keyakinannya, pada sosok Kakek (Robohnya Surau Kami)  ia berkeyakinan bahwa orang yang rajin dan taat beribadah akan pasti masuuk surga, tetapi keyakinan itu segera hilang sama sekali dari benaknya setelah ia mendengar sebuah cerita dari Ajo Sidi.  kemudian pada sosok Ompi (Anak Kebanggaan) pada cerpen ini pun terdapat sebuah keyakinan yakni Ompi yakin bahwa anaknya yang bersekolah ke Jakarta akan sukses menjadi seorang dokter, ia tidak peduli dengan semua omongan yang dilontarkan oleh warga kampung tentang anaknya, hingga pada akhirnya Ompi pun meninggal dengan keadaan ketidaktahuannya dia tentang perkembangan anaknya di Jakarta itu seperti apa.
Kemudian saya membaca satu cerpen lagi karya A.A Navis yang berjudul Nasihat-Nasihat, saya kira cerpen dengan judul Nasihat-Nasihat itu didalamnya banyak terdapat nasihat-nasihat bagi pembaca, tetapi saya salah ternyata dalam cerpen ini bercerita tentang seorang Kakek yang mempunyai Hobi menasihati orang. Dimana orang-orang banyak yang meminta nasihat dari kakek itu, orang-orang beranggapan bahwa apabila mereka tidak meminta nasihat pada kakek itu mereka merasa berdosa sekali. Kakek itu beranggapan bahwa orang tua lebih berpengalaman, tetapi bagi saya asumsi tersebut tidak sepenuhnya  benar, ada kalanya mereka juga salah karena manusia tak selalu berkata benar, dan anak mudapun tidak selalu berfikir renda. Seperti dalam cerpen tersebut diceritakan ada seorang kakek dan seorang anak muda yang bernama Hasibuan, Hasibuan ini mengenal seorang gadis di dalam bus kota, kemudian Hasibuan menceritakan kepada  Kakek itu dan meminta nasihatnya. Kemudian sang kakek tersebut mulai bercerita dan memberikan nasihatnya kepada Hasibuan, Kakek menasihati Hasibuan supaya Hasibuan tidak mendekati gadis itu karena gadis itu merupakan seseorang yang dianggap gila menurut kakek itu, tetapi kenyataannya tidak, gadis itu merupakan seorang yang sebatangkara karena gadis itu diusir oleh Ibu tirinya. Singkat cerita lama kelamaan hasibuan ini tidak mengikuti lagi nasihat dari kakek itu, hasibuan mengambil sebuah keputusan tanpa memberitahukan lagi kepada kakek itu. Kemudian kake itu  merasa tersinggung dan tak enak hati pada Hasibuan sehingga kakek itu masuk kekamar dan membanting keras-keras pintu kamarnya. Nah bagi saya itu merupakan sebuah contoh bahwa yang tua, yang hidup lebih lama yang bisa dibilang berpengalaman itu tak selalu benar, karena yang mudapun tak kalah berpengalaman dari yang tua.
Nah setelah saya membaca ketiga novel tadi saya mendapat kesamaan tokoh disini, dimana tokoh utama disini ialah seorang laki-laki tua yang di panggil Kakek. Perbedaannya dalam cerpen pertama, kedua dan ketiga ialah latar tempat dan sifat mereka, pada cerpen pertama saya temukan sifat Kakek (robohnya surau kami) itu rajin beribadah bisa disebut ahli ibadah. Sedangkan sosok Kakek pada cerpen kedua tergambarkan bahwa kakek itu sangat terobsesi pada satu keinginan. Sedangkan pada cerpen ketiga ini Tokoh Kakek digambarkan dengan seorang yang berjiwa besar ya (bisa dikatakan seperti itu) karena pada cerpen ini kakek tersebut sangat senang memberikan nasihat kepada orang-orang meskipun. Cerpen yang dibuat oleh A.A Navis ini menurut saya sangat bagus karena banyak berisi makna dan amanat yang sangat pekat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar