Jumat, 22 Mei 2015



NAMA                        :   ARI SULISTIARI
NIM                            :   2222112335
KELAS                       :   3D  ( DIKSATRASIA )/ UNTIRTA
MATA KULIAH       :   PROSA FIKSI


PRIA TUA PENCARI ARTI KEHIDUPAN
            Pada pertemuan kali ini saya ditugaskan untuk membaca novel yang berjudul Khotbah Di Atas Bukit karya Kuntowijoyo. Novel ini mengisahkan kehidupan Barman (lelaki tua yang sudah pensiun) yang berlibur ke gunung (villa) bersama seorang gadis muda yang bernama Popi. Liburan itu menjadi bermakna dan merupakan pencarian hakekat hidup dan perburuan spiritual yang indah baginya. Novel ini menurut saya sangat personal dari Alm. Kuntowijoyo, dari  cara penuturannya benar-benar berisikan kegundahan dari si penulis, sehingga harapan untuk melihat plot dan karakter tidak akan terlalu terlihat seperti novel pada umumnya. Jujur saja, butuh kesabaran dan perjuangan yang ekstra ketika saya membacanya, karena selain alurnya sangat lambat saya juga belum menemukan sesuatu kejadian yang luar biasa dalam novel ini. Mungkin hal ini karena saya sendiri sebenarnya lebih sering membaca novel dengan sistem alur, plot dan karakter yang pas.  Dalam novel ini diceritakan bagaimana seorang kakek yang sudah pensiun dari pekerjaannya dan pekerjaannya diteruskan oleh sosok Bobi (anak laki-laki Barman). Dalam novel ini terdapat amanat yang sangat kuat, dimana sosok Popi menunjukan kesetiaannya kepada Barman hingga akhir hayat datang menjemput Barman. Mungkin kesetiaan yang dimiliki tokoh Popi ini sulit di temukan pada saat ini, meskipun seorang Popi ini bukan sosok seseorang yang suci tetapi sosok Popi ini yang memberikan semangat untuk hidup kepada Barman, dia setia pada sosok seorang Barman yang tua, meskipun kadang diatas ranjang seorang Barman tua sering mengecewakannya, tetapi Popi sabar menghadapinya karena pada novel disebutkan bahwa ia telah mengambil keputusan untuk setia menemani serta memliharanya. Kemudian dalam novel ini disebut tokoh yang bernama Humam, Humam ini merupakan sosok misterius dimana ia muncul sewaktu pagi hari dimani embun-embun pagi masih menggelayut indah di ujung-ujung daun serta kabut pagi yang masih setia memluk riuhnya pohon-pohon cemara, pada saat itu sosok Humam ini muncul dibelakang Barman, kemudian menghilang tanpa jejak tertelan kabut-kabut pagi. Nah atas kemisteriusannya inilah yang membuat Barman tertarik pada seorang pria yang berumur sebaya dengannya ini. Denagn rasa penasarannya inilah kemudian Barman tua melangkahkan kakinya untuk mencari rumah orang tadi. kemudian Barman melihan dan menuju kesubuah rumah yang berada pada sebuah bukit, rumah itu sangat tak terurus kotor, berantakan, sarang laba-laba dimana-mana lantai kotor. karena saking kelelahannya Barman tua pun masuk dan beristirahat didalam rumah itu hingga ia tertidur. Karena rasa kepenasarannya inilah Barman menemukan seorang sahabat. Seorang sahabat yang memberikan sedikit pencerahan tentang arti hidup, sebelum pada akhirnya sang sahabat itu meninggal dalam kesendirian tetapi tersimbul senyum kebahagiaan.
Satu hal yang membuatnya kagum terhadap sahabatnya itu ialah bahwa di dalam kesunyian dan kesendirian, ada kebebasan dan kebahagiaan. Sedangkan dirinya meski telah diberikan popy yang cantik tetapi seakan-akan justru dia terbelenggu oleh aturan-aturan keduniawiaan.
Pada akhirnya di atas bukit, di berkhutbah tetang hakekat kehidupan, seperti kutiban dalam novel
 “Ini khotbahku,” katanya. Puncak itu hening. Suara angin yang meniup pakaian-pakaian, pohon dan barangkali rumput yang menggeliat. Tidak ada gerak-gerak. Kaki-kaki terpaku. Mulut bungkam. Dan kuda putih itu berdiri tegap, menahan tubuh Barman....”Hidup ini tak berharga untuk dilanjutkan!” Kalimat itu diucapkan dengan hampir menjerit. Sebuah teriakan, laki-laki tua yang serak dan menyayat. Orang-orang terpukau.... “Bunuhlah dirimu!” seru Barman. Bunuhlah dirimu. Mereka mengulang dalam batin. Kabut itu menebal, mereka lupa di mana sekarang mereka berdiri.” (hlm.232-233)
Setelah berkhotbah itu Barman terjatuh ke dalam jurang karena kabut tebal yang menutupinya itu tak memberikan peluang Barman dan yang lainnya untuk melihat. Barman terjatuh dan meninggal. Seperti yang digambarkan dalan cerita berikut,

“Tiba-tiba mereka berhenti. Kabut itu tersibak oleh angin. Dan remang-remang menjelma. Ada ringkik kuda yang dahsyat. Kemudian seolah kuda terbang. Suara kemerosok ke bawah. Mereka tercengan. Menggosok-gosok mata yang memedas. Penjaga malam itu berteriak: “O, ke manakah, Bapak!” mereka menyadari Barman dan kuda itu tak ada lagi. Sekilas mereka mengenangkan kuda putih yang terbang. Dan kabut itu pun kembali.” (hlm. 234).
Setelah kejadian itu semua orang bersedih atas kepergiaan sosok Barman. Mereka merasa kehilangan sosok yang  begitu mereka kagumi. Sosok yang mereka panuti dan keberadaannya sangat dinanti. Stelah kepergian Barman, semua orang membuat persepsi yang salah terhadap kematian Barman. Ia terjatuh, bukan bunuh diri. Tetapi banyak yang mengira bahwa ia bunuh diri. Mereka mengikuti Barman dengan cara bunuh diri. Yang saya tidak habis fikir mengapa mereka yang mendengarkan khotbah dari barman tadi ikut mati dengan cara bunuh diri?
Barman tua yang tadinya pergi kepuncak hanya untuk bertamasya dan melepaskan kepenatan di kota setelah masa pensiunnya, kini telah menjadi panutan bagi para warga pasar yang berada di bukit itu,



Tidak ada komentar:

Posting Komentar