Jumat, 22 Mei 2015



KAJIAN PUISI INDONESIA
(Kajian Hermeneutik Puisi “ Maafkan Aku Indonesia” Karya Fitri Nganthi Wani

Dosen Pembimbing:
logo fkip kemenbud.jpgLela Nurfarida M.pd








Disusun Oleh:
ARI SULISTIARI    2222112335
Kelas   :    VI D


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSIITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2014
BAB   I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
            Kajian ini berjudul  kajian hermeneutik puisi “ Maafkan Aku Indonesia” karya Fitri Nganthi Wani. Judul ini dipilih  dengan berlandaskan atas analisis puisi yang dilakukan melalui pendekatan  hermeneutik. Suatu karya seni dalam hal ini puisi merupakan kumpulan simbol-simbol (kata-kata) yang memiliki makna di dalamnya sebagai hasil jepretan kejadian-kejadian di luar sastra. Melalui kajian hermeneutik ini diharapkan dapat mengungkap makna dibalik rangkaian simbol-simbol dalam puisi ini.
            Berdasarkan hasil penelitian dengan pendekatan hermeneutik, puisi  Maafkan Aku Indonesia karya Fitri Nganthi Wani ditemukan kaitannya antara simbol-simbol yang terdapat dalam puisi tersebut dengan kejadian-kejadian di luar sastra. Pemahaman puisi dapat ditinjau dari beberapa aspek. Hal ini tergantung pada isi puisi yang  ingin dibahas. Kehadiran puisi pada umumnya memang untuk dinikmati oleh para pembaca, tetapi kehadiran puisi juga tidak terlepas dari makna simbol-simbol (kata-kata) yang terkandung dalam puisi tersebut serta hubungannya dengan hal-hal atau kejadian-kejadian di luar sastra. Oleh karena itu, puisi perlu ditinjau dari segi hermeneutik atau keterkaitkan antara simbol-simbol yang terkandung dalam sebuah karya sastra dengan hal-hal yang ada di luar sastra.
            Memahami atau menganalisis puisi pada hakikatnya adalah membaca kehidupan. Karena puisi dapat mencerminkan suatu corak kehidupan masyarakat pada suatu masa, dan mampu menjelaskan harkat dan martabat manusia secara utuh, serta berisikan masalah kehidupan yang universal. Dalam puisi “Maafkan Aku Indonesia” karya Fitri Nganthi Wani, dimana isi puisi tersebut menjadi objek kajiannyabila dipandang dari unsur hermeneutik, penulis akan mencoba mengkaji puisi tersebut  dilihat dari unsur hermeneutiknya.


B.     Rumusan masalah
v  Bagaimana mengkaji hubungan antara makna dari simbol-simbol yang ada pada teks sastra dengan hal di luar sastra seperti sejarah, kenyataan, dan sebagainya.


















BAB   II
LANDASAN TEORI

A.    Landasan Teori
            Secara historis hermenika berasal dari mitologi Yunani, yang berasal dari seorang tokoh mitologis yang bernama Hermes yakni seorang utusan yang mempunyai tugas sebagai perantara atau penghubung antara dewa jupiter dengan manusia. Pada intinya ia menyampaikan pesan dari dewa Jupiter kepada manusia. Hermes dilukiskan sebagai seorang yang mempunyai kaki bersayap dan lebih banyak dikenal dengan sebutan Merkurius dalam bahasa latin. Tugas Hermes adalah menginterpretasikan pesan-pesan dari dewa Jupiter di gunung olympus ke dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh umat manusia. Oleh sebab itulah fungsi Hermes disini sangat penting dan vital sekali karena kalau terjadi kesalahan pemehaman tentang pesan-pesan dewa tersebut akibatnya akan fatal bagi manusia. Hermes harus mampu menginterpretasikan atau menyadur sebuah pesan ke dalam bahasa yang digunakan oleh penuturnya. Kalau diasosiasikan secara sekilas hermeneutik dengan hermes, menunjukan akhirnya pada tiga unsur yang akhirnya menjadi variabel utama pada kegiatan manusia dalam memahami dan membuat interpretasi terhadap berbagai hal yakni:
1.      Tanda, pesan atau teks yang menjadi sumber atau bahan dalam penafsiran yang diasosiasikan dengan pesan pesan yang dibawa Hermes dari dewa Jupiter di gunung Olimpus tadi.
2.      Perantara atau penafsir (Hermes).
3.      Penyampaian pesan itu oleh sang perantara agar bisa dipahami dan sampai kepada yang menerima.
            Hermeneutik menegaskan bahwa manusia Autentik selalu dilihat dalam kontek ruang (Lokus) dan waktu (Tempos) dimana manusia sendiri mengalami dan menghayatinya. untuk memahami dasein (Manusia oautentik), kita tidak bisa lepas dari konteks yang ada, sebab itu kalau dilihat dari luar konteksnya yang nampak ialah manusia semu yang artifesial atau hanya buatan saja. Manusia autentik hanya bisa dimengerti atau dipahami dalam ruang dan waktu yang persis dimana ia berada. dengan kata lain setiap individu selalu tersituasikan dan benar-benar dapat dipahami di dalam situasinya.
            Hermenetik menurut pandangan kritik sastra ialah Sebuah metode untuk memahami teks yang diuraikan dan diperuntukkan bagi penelaahan teks karya sastra. Hermenetik cocok untuk membaca karya sastra karena dalam kajian sastra, apa pun bentuknya, berkaitan dengan suatu aktivitas yakni interpretasi (penafsiran). Kegiatan apresiasi sastra dan kritik sastra, pada awal dan akhirnya, bersangkutpaut dengan karya sastra yang harus diinterpretasi dan dimaknai. Semua kegiatan kajian sastra, terutama dalam prosesnya, pasti melibatkan peranan konsep hermeneutik. Oleh karena itu, hermeneutik menjadi hal dan prinsip yang tidak mungkin diabaikan. Atas dasar itulah hermeneutik perlu diperbincangkan secara komprehensif guna memperoleh pemahaman yang memadai. Dalam hubungan ini, mula-mula perlu disadari bahwa interpretasi dan pemaknaan tidak diarahkan pada suatu proses yang hanya menyentuh permukaan karya sastra, tetapi yang mampu “menembus kedalaman makna” yang terkandung di dalamnya. Untuk itu, interpreter (si penafsir) mesti memiliki wawasan bahasa, sastra, dan budaya yang cukup luas dan mendalam. Berhasil-tidaknya interpreter untuk mencapai taraf interpretasi yang optimal, sangat bergantung pada kecermatan dan ketajaman interpreter itu sendiri. Selain itu, tentu saja dibutuhkan metode pemahaman yang memadai; metode pemahaman yang mendukung merupakan satu syarat yang harus dimiliki interpreter. Dari beberapa alternatif yang ditawarkan para ahli sastra dalam memahami karya sastra, metode pemahaman hermeneutika dapat dipandang sebagai metode yang paling memadai.
            Karya sastra dalam pandangan hermeneutik ialah sebagai objek yang perlu di interprestasikan oleh subjek (hermeneutik). Subjek dan objek tersebut adalah term-term yang korelatif atau saling bertransformasi satu sama lain yang sifatnya merupakan hubungan timbal balik. Tanpa adanya subjek, tidak akan objek. Sebuah benda menjadi objek karena kearifan subjek yang menaruh perhatiaan pada subjek itu. Arti atau makna diberikan kepada objek oleh subjek, sesuai dengan pandangan subjek. Hussrel menyatakan bahwa objek dan makna tidak akan pernah terjadi secara serentak atau bersama-sama, sebab pada mulanya objek itu netral. Meskipun arti dan makna muncul sesudah objek atau objek menurunkan maknanya atas dasr situasi objek, semuanya adalah sama saja. Maka dari sinilah karya sastra dipandang sebagai lahan (objek) untuk ditelaah oleh hermeneutic supaya muncul interpretasi pemahaman dalam teks karya satra tersebut.
            Bahasa dalam pandangan Hermeneutic sebagai medium yang tanpa batas, yang membawa segala sesuatu yang ada didalamnya, termasuk karya sastra yang menjadi objek kajiaannya. Hermenetik harus bisa bergaul dan berkomunikasi dengan baik dengan bahasa supaya tercipta transformasi di dalamnya terutama dalam membedah teks karya sastra.















BAB   III
PEMBAHASAN

MAAFKAN AKU INDONESIA
Oleh: Fitri Nganthi Wani – Putrinya Wiji Thukul
Bendera-bendera merah putih
Dipasang di depan rumah-rumah
Melambangkan arti hari bahagia Indonesia
Tapi maafkan aku Indonesia
Karena tak punya bendera
Benderaku hanya dua potong kain bekas
Yang disambung
Yang merah robek seperempat
Tapi dijahit lagi oleh nenekku         
Maafkan aku Indonesia
Karena hanya bisa neyanyikan
Lagu Indonesia Raya
Sekali lagi maafkan aku Indonesia
Karena hanya puisi ini
Hadiah yang dapat kuberi.


17 Agustus 2000



Analisis Hermeneutik
            Setiap karya sastra, terutama puisi pasti memiliki makna yang terkandung di balik simbol-simbol (kata-kata) yang digunakan pada puisi tersebut. Dan dari setiap simbol-simbol yang terdapat pada setiap puisi pasti memiliki kejadian atau hal-hal yang melatarbelakangi sehingga karya sastra tersebut dapat tercipta. Hal-hal atau kejadian tersebut biasanya berasal dari luar sastra, seperti sejarah, kenyataan dan sebagainya. Begitu pun yang terjadi pada puisi yang berjudul “Maafkan Aku Indonesia” karya Fitri Nganthi Wani
            Pendekatan hermeneutik menghendaki penafsiran, sehingga makna puisi sudah pasti dipengaruhi persepsi pengetahuan dan pengalaman setiap pembaca, faktor lingkungan pembaca, perspektif atau bisa dimensi kepentingan pembaca, dan hal-hal lain yang berasal dari faktor ekstrinsik puisi.
            Pencarian arti secara heuristik tersebut baru menjelaskan arti kebahasan puisi objek kajian. Makna puisinya harus dicari dengan pembacaan hermeneutik, pembacaan yang diberi tafsiran sesuai dengan tata aturan sastra sebagai sistem semiotik.
Sejak awal membaca puisi “Maafkan Aku Indonesia” karya Fitri Nganthi Wani ini pasti para pembaca langsung menyadari bahwa makna yang terkandung dalam puisi tersebut adalah bahwa Indonesia sudah merdeka, tapi rakyat masih menderita. Hal ini dapat terlihat dengan cukup jelas karena Fitri Nganthi Wani menyampaikannya secara lugas.
            Untuk lebih jelasnya, saya akan menganalisis puisi Fitri Nganthi Wani ini bait demi bait.
 (Bait 1)
Bendera-bendera merah putih
Dipasang di depan rumah-rumah
Melambangkan arti hari bahagia Indonesia
            Pada bait pertama ini Wani ingin menjelaskan bahwa pada tanggal 17 Agustus itu merupakan hari kemerdekaan bangsa Indonesia, dan pada setiap tanggal 17 itu setiap rumah bahkan disetiap jalan-jalanpun pasti dihiasi bendera dan atribut yang bernuansa Merah dan Putih. Itu menandakan bahwa peringatan 17 agustus itu merupakan hari bahagianya bangsa Indonesia. Hal itulah yang ingin disampaikan Wani pada puisinya pada Bait ke-1 ini.
(Bait 2)
Tapi maafkan aku Indonesia
Karena tak punya bendera
Benderaku hanya dua potong kain bekas
Yang disambung
Yang merah robek seperempat
Tapi dijahit lagi oleh nenekku
            Pada bait ke-2 puisi ini mempunyai makna tenytang ketiakpunyaan Wani akan bendera yang masih bagus dan bersih, dan yang dia punya hanyalah sebuah bensera yang sudah lusuh, robek, dan pebuh jahitan lembut lentik jari neneknya. Tetapi menurut perspektif saya secara psikologi, ini merupakan sebuah protes batin dari seorang Fitri Nganthi Wani tentang betapa rindunya Wani akan Bapaknya yang “HILANG” itu. Wani tidak meratapi atau meneyesali nasibnya tetapi BERONTAK BERLAWAN. Mengilhami didikan dan ajaran bapaknya: HARUS BERANI BERLAWAN terhadap ketidak-adilan. Tidak kebetulan Widji Thukul menamakan putrinya WANI. Melalui puisinya Wani berani berlawan terhadap pengkucilan, diskriminasi dan persekusi rezim Orba terhadap bapaknya, keluarganya, ibunya dan terhadap rakyat Indonesia.
           
(Bait 3)
Maafkan aku Indonesia
Karena hanya bisa neyanyikan
Lagu Indonesia Raya
            Pada bait puisi yang ke-3 ini Wani inggin menjelaskan bahwa hanya Lagu Indonesia Raya saja yang bisa ia berikan, tidak berupa dukungan atau tindakan melainkan hanya Lagu itulah yang mampu ia berikan karna ia adalah anak yang lahir dari Tanh Indonesia ini. Saya berfikir puisi-puisi Wani itu merupakan seakan monumen perlawanan generasi baru terhadap rezim Orba dan pendukungnya yang masih kuasa sekarang ini, berani berlawan terhadap ketidak adilan yang diderita rakyat sampai kini.!
(Bait 4)
Sekali lagi maafkan aku Indonesia
Karena hanya puisi ini
Hadiah yang dapat kuberi.
            Pada bait yang terakhir ini Wani sekali lagi meminta maaf kepada bangsa dan negara ini atas ketidakmampuannya menjaga kedaulatan dan ketidakmampuannya memberikan hadiah pada hari besar negara Indonesia.

















BAB  IV
KESIMPULAN

Kesimpulan
          Melalui pendekatan hermeneutik, penulis dapat memahami makna dari puisi “Maafkan Aku Indonesia” karya Fitri Nganthi Wani yang merupakan  kisah perjalanan Wani dalam upaya mencari sebuah jawaban akan hilangnya ayahnya Widji Thukul secara tiba-tiba. Dalam puisi ini pula terlihat bahwa sebuah kata dapat memiliki makna yang beragam. Makna yang dapat menjadi lambang bagi sesuatu yang lain.























DAFTAR PUSTAKA

Nganthi Wani, Fitri. 2009. Selepas Bapakku Hilang. Yogyakarta:PUSDEP




















Tidak ada komentar:

Posting Komentar