KAJIAN PUISI INDONESIA
(Kajian Hermeneutik Puisi “ Maafkan Aku Indonesia”
Karya Fitri Nganthi Wani
Dosen Pembimbing:
Lela Nurfarida M.pd
Disusun Oleh:
ARI SULISTIARI 2222112335
Kelas : VI D
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSIITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kajian ini berjudul kajian hermeneutik puisi “ Maafkan Aku
Indonesia” karya Fitri Nganthi Wani.
Judul ini dipilih dengan berlandaskan atas analisis puisi yang
dilakukan melalui pendekatan hermeneutik. Suatu karya seni dalam hal ini
puisi merupakan kumpulan simbol-simbol (kata-kata) yang memiliki makna di
dalamnya sebagai hasil jepretan kejadian-kejadian di luar sastra. Melalui
kajian hermeneutik ini diharapkan dapat mengungkap makna dibalik rangkaian
simbol-simbol dalam puisi ini.
Berdasarkan hasil penelitian dengan
pendekatan hermeneutik, puisi Maafkan Aku Indonesia karya Fitri Nganthi
Wani ditemukan kaitannya antara simbol-simbol yang terdapat dalam puisi
tersebut dengan kejadian-kejadian di luar sastra. Pemahaman puisi dapat ditinjau dari beberapa aspek. Hal ini
tergantung pada isi puisi yang ingin dibahas. Kehadiran puisi pada
umumnya memang untuk dinikmati oleh para pembaca, tetapi kehadiran puisi juga
tidak terlepas dari makna simbol-simbol (kata-kata) yang terkandung dalam puisi
tersebut serta hubungannya dengan hal-hal atau kejadian-kejadian di luar
sastra. Oleh karena itu, puisi perlu ditinjau dari segi hermeneutik atau
keterkaitkan antara simbol-simbol yang terkandung dalam sebuah karya sastra dengan
hal-hal yang ada di luar sastra.
Memahami atau menganalisis
puisi pada hakikatnya adalah membaca kehidupan. Karena puisi dapat mencerminkan
suatu corak kehidupan masyarakat pada suatu masa, dan mampu menjelaskan harkat
dan martabat manusia secara utuh, serta berisikan masalah kehidupan yang
universal. Dalam puisi “Maafkan Aku Indonesia” karya Fitri Nganthi Wani, dimana
isi puisi tersebut menjadi objek kajiannyabila dipandang dari unsur
hermeneutik, penulis akan mencoba mengkaji puisi tersebut dilihat dari
unsur hermeneutiknya.
B.
Rumusan masalah
v Bagaimana mengkaji hubungan
antara makna dari simbol-simbol yang ada pada teks sastra dengan hal di luar
sastra seperti sejarah, kenyataan, dan sebagainya.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Landasan
Teori
Secara historis hermenika berasal dari
mitologi Yunani, yang berasal dari seorang tokoh mitologis yang bernama Hermes
yakni seorang utusan yang mempunyai tugas sebagai perantara atau penghubung
antara dewa jupiter dengan manusia. Pada intinya ia menyampaikan pesan dari
dewa Jupiter kepada manusia. Hermes dilukiskan sebagai seorang yang mempunyai
kaki bersayap dan lebih banyak dikenal dengan sebutan Merkurius dalam bahasa
latin. Tugas Hermes adalah menginterpretasikan pesan-pesan dari dewa Jupiter di
gunung olympus ke dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh umat manusia. Oleh
sebab itulah fungsi Hermes disini sangat penting dan vital sekali karena kalau
terjadi kesalahan pemehaman tentang pesan-pesan dewa tersebut akibatnya akan
fatal bagi manusia. Hermes harus mampu menginterpretasikan atau menyadur sebuah
pesan ke dalam bahasa yang digunakan oleh penuturnya. Kalau diasosiasikan
secara sekilas hermeneutik dengan hermes, menunjukan akhirnya pada tiga unsur
yang akhirnya menjadi variabel utama pada kegiatan manusia dalam memahami dan
membuat interpretasi terhadap berbagai hal yakni:
1.
Tanda, pesan atau teks yang menjadi sumber atau bahan dalam penafsiran
yang diasosiasikan dengan pesan pesan yang dibawa Hermes dari dewa Jupiter di
gunung Olimpus tadi.
2.
Perantara atau penafsir (Hermes).
3.
Penyampaian pesan itu oleh sang perantara agar bisa dipahami dan sampai
kepada yang menerima.
Hermeneutik
menegaskan bahwa manusia Autentik selalu dilihat dalam kontek ruang (Lokus) dan
waktu (Tempos) dimana manusia sendiri mengalami dan menghayatinya. untuk
memahami dasein (Manusia oautentik), kita tidak bisa lepas dari konteks yang
ada, sebab itu kalau dilihat dari luar konteksnya yang nampak ialah manusia
semu yang artifesial atau hanya buatan saja. Manusia autentik hanya bisa
dimengerti atau dipahami dalam ruang dan waktu yang persis dimana ia berada.
dengan kata lain setiap individu selalu tersituasikan dan benar-benar dapat
dipahami di dalam situasinya.
Hermenetik
menurut pandangan kritik sastra ialah Sebuah metode untuk memahami teks yang
diuraikan dan diperuntukkan bagi penelaahan teks karya sastra. Hermenetik cocok
untuk membaca karya sastra karena dalam kajian sastra, apa pun bentuknya,
berkaitan dengan suatu aktivitas yakni interpretasi (penafsiran). Kegiatan
apresiasi sastra dan kritik sastra, pada awal dan akhirnya, bersangkutpaut
dengan karya sastra yang harus diinterpretasi dan dimaknai. Semua kegiatan
kajian sastra, terutama dalam prosesnya, pasti melibatkan peranan konsep
hermeneutik. Oleh karena itu, hermeneutik menjadi hal dan prinsip yang tidak
mungkin diabaikan. Atas dasar itulah hermeneutik perlu diperbincangkan secara
komprehensif guna memperoleh pemahaman yang memadai. Dalam hubungan ini,
mula-mula perlu disadari bahwa interpretasi dan pemaknaan tidak diarahkan pada
suatu proses yang hanya menyentuh permukaan karya sastra, tetapi yang mampu
“menembus kedalaman makna” yang terkandung di dalamnya. Untuk itu, interpreter
(si penafsir) mesti memiliki wawasan bahasa, sastra, dan budaya yang cukup luas
dan mendalam. Berhasil-tidaknya interpreter untuk mencapai taraf interpretasi
yang optimal, sangat bergantung pada kecermatan dan ketajaman interpreter itu
sendiri. Selain itu, tentu saja dibutuhkan metode pemahaman yang memadai;
metode pemahaman yang mendukung merupakan satu syarat yang harus dimiliki
interpreter. Dari beberapa alternatif yang ditawarkan para ahli sastra dalam
memahami karya sastra, metode pemahaman hermeneutika dapat dipandang sebagai
metode yang paling memadai.
Karya
sastra dalam pandangan hermeneutik ialah sebagai objek yang perlu di
interprestasikan oleh subjek (hermeneutik). Subjek dan objek tersebut adalah
term-term yang korelatif atau saling bertransformasi satu sama lain yang
sifatnya merupakan hubungan timbal balik. Tanpa adanya subjek, tidak akan
objek. Sebuah benda menjadi objek karena kearifan subjek yang menaruh
perhatiaan pada subjek itu. Arti atau makna diberikan kepada objek oleh subjek,
sesuai dengan pandangan subjek. Hussrel menyatakan bahwa objek dan makna tidak
akan pernah terjadi secara serentak atau bersama-sama, sebab pada mulanya objek
itu netral. Meskipun arti dan makna muncul sesudah objek atau objek menurunkan
maknanya atas dasr situasi objek, semuanya adalah sama saja. Maka dari sinilah
karya sastra dipandang sebagai lahan (objek) untuk ditelaah oleh hermeneutic
supaya muncul interpretasi pemahaman dalam teks karya satra tersebut.
Bahasa
dalam pandangan Hermeneutic sebagai medium yang tanpa batas, yang membawa
segala sesuatu yang ada didalamnya, termasuk karya sastra yang menjadi objek
kajiaannya. Hermenetik harus bisa bergaul dan berkomunikasi dengan baik dengan
bahasa supaya tercipta transformasi di dalamnya terutama dalam membedah teks
karya sastra.
BAB III
PEMBAHASAN
MAAFKAN AKU INDONESIA
Oleh: Fitri Nganthi Wani – Putrinya
Wiji Thukul
Bendera-bendera merah putih
Dipasang di depan rumah-rumah
Melambangkan arti hari bahagia Indonesia
Tapi maafkan aku Indonesia
Karena tak punya bendera
Benderaku hanya dua potong
kain bekas
Yang disambung
Yang merah robek seperempat
Tapi dijahit lagi oleh nenekku
Maafkan aku Indonesia
Karena hanya bisa neyanyikan
Lagu Indonesia Raya
Sekali
lagi maafkan aku Indonesia
Karena hanya puisi ini
Hadiah yang dapat kuberi.
17 Agustus 2000
Analisis Hermeneutik
Setiap
karya sastra, terutama puisi pasti memiliki makna yang terkandung di balik
simbol-simbol (kata-kata) yang digunakan pada puisi tersebut. Dan dari setiap
simbol-simbol yang terdapat pada setiap puisi pasti memiliki kejadian atau
hal-hal yang melatarbelakangi sehingga karya sastra tersebut dapat tercipta.
Hal-hal atau kejadian tersebut biasanya berasal dari luar sastra, seperti sejarah,
kenyataan dan sebagainya. Begitu pun yang terjadi pada puisi yang berjudul “Maafkan
Aku Indonesia” karya Fitri Nganthi Wani
Pendekatan
hermeneutik menghendaki penafsiran, sehingga makna puisi sudah pasti
dipengaruhi persepsi pengetahuan dan pengalaman setiap pembaca, faktor
lingkungan pembaca, perspektif atau bisa dimensi kepentingan pembaca, dan
hal-hal lain yang berasal dari faktor ekstrinsik puisi.
Pencarian
arti secara heuristik tersebut baru menjelaskan arti kebahasan puisi objek
kajian. Makna puisinya harus dicari dengan pembacaan hermeneutik, pembacaan
yang diberi tafsiran sesuai dengan tata aturan sastra sebagai sistem semiotik.
Sejak awal membaca puisi “Maafkan Aku
Indonesia” karya Fitri Nganthi Wani ini pasti para pembaca langsung menyadari bahwa
makna yang terkandung dalam puisi tersebut adalah bahwa Indonesia sudah
merdeka, tapi rakyat masih menderita. Hal ini dapat terlihat dengan
cukup jelas karena Fitri Nganthi Wani menyampaikannya secara lugas.
Untuk
lebih jelasnya, saya akan menganalisis puisi Fitri Nganthi Wani ini bait demi
bait.
(Bait 1)
Bendera-bendera merah putih
Dipasang di depan rumah-rumah
Melambangkan arti hari bahagia
Indonesia
Pada bait pertama ini Wani
ingin menjelaskan bahwa pada tanggal 17 Agustus itu merupakan hari kemerdekaan
bangsa Indonesia, dan pada setiap tanggal 17 itu setiap rumah bahkan disetiap
jalan-jalanpun pasti dihiasi bendera dan atribut yang bernuansa Merah dan
Putih. Itu menandakan bahwa peringatan 17 agustus itu merupakan hari bahagianya
bangsa Indonesia. Hal itulah yang ingin disampaikan Wani pada puisinya pada
Bait ke-1 ini.
(Bait 2)
Tapi maafkan aku Indonesia
Karena tak punya bendera
Benderaku hanya dua potong
kain bekas
Yang disambung
Yang merah robek seperempat
Tapi dijahit lagi oleh nenekku
Pada bait ke-2 puisi
ini mempunyai makna tenytang ketiakpunyaan Wani akan bendera yang masih bagus
dan bersih, dan yang dia punya hanyalah sebuah bensera yang sudah lusuh, robek,
dan pebuh jahitan lembut lentik jari neneknya. Tetapi menurut perspektif saya
secara psikologi, ini merupakan sebuah protes batin dari seorang Fitri Nganthi
Wani tentang betapa rindunya Wani akan Bapaknya yang “HILANG” itu. Wani tidak
meratapi atau meneyesali nasibnya tetapi BERONTAK BERLAWAN. Mengilhami didikan
dan ajaran bapaknya: HARUS BERANI BERLAWAN terhadap ketidak-adilan. Tidak
kebetulan Widji Thukul menamakan putrinya WANI. Melalui puisinya Wani berani berlawan
terhadap pengkucilan, diskriminasi dan persekusi rezim Orba terhadap bapaknya,
keluarganya, ibunya dan terhadap rakyat Indonesia.
(Bait 3)
Maafkan aku Indonesia
Karena hanya bisa neyanyikan
Lagu Indonesia Raya
Pada bait puisi yang ke-3 ini Wani
inggin menjelaskan bahwa hanya Lagu Indonesia Raya saja yang bisa ia berikan,
tidak berupa dukungan atau tindakan melainkan hanya Lagu itulah yang mampu ia
berikan karna ia adalah anak yang lahir dari Tanh Indonesia ini. Saya berfikir
puisi-puisi Wani itu merupakan seakan monumen perlawanan generasi baru terhadap
rezim Orba dan pendukungnya
yang masih kuasa sekarang ini, berani berlawan terhadap ketidak adilan yang
diderita rakyat sampai kini.!
(Bait 4)
Sekali
lagi maafkan aku Indonesia
Karena hanya puisi ini
Hadiah yang dapat kuberi.
Pada bait yang terakhir ini Wani
sekali lagi meminta maaf kepada bangsa dan negara ini atas ketidakmampuannya
menjaga kedaulatan dan ketidakmampuannya memberikan hadiah pada hari besar
negara Indonesia.
BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulan
Melalui pendekatan hermeneutik,
penulis dapat memahami makna dari puisi “Maafkan Aku Indonesia” karya Fitri
Nganthi Wani yang merupakan kisah perjalanan Wani dalam upaya mencari
sebuah jawaban akan hilangnya ayahnya Widji Thukul secara tiba-tiba. Dalam
puisi ini pula terlihat bahwa sebuah kata dapat memiliki makna yang beragam.
Makna yang dapat menjadi lambang bagi sesuatu yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Nganthi Wani, Fitri. 2009. Selepas Bapakku Hilang.
Yogyakarta:PUSDEP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar